Jadi Kandidat Terkuat Ketum PBNU, Yenny Wahid: Said Aqil dan Gus Yahya Keduanya Murid Gus Dur

Kamis 23-12-2021,08:20 WIB

KH Said Aqil Siroj dan KH Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya diprediksi menjadi dua kandidat terkuat sebagai Ketua Umum PBNU baru di Muktamar ke-34 NU. Kedua kader terbaik NU itu dikenal sama-sama memiliki kedekatan dengan almarhum Abdurrahman Wahid (Gus Dur). 

"Saya bersyukur sekali karena secara pemikiran kedua kandidat Ketum PBNU sama-sama punya kedekatan ya dengan Gus Dur," kata Zannuba Ariffah Chafsoh alias Yenny Wahid, Rabu (22/12).

Keduanya, lanjut Yenny, adalah murid Gus Dur. Selain itu, Said dan Gus Yahya, memiliki kemampuan dalam mengartikulasikan serta menerjemahkan gagasan Gus Dur. Terutama dalam konteks peradaban modern saat ini.

"Jadi bagi saya dan keluarga, ini adalah sebuah hal yang membanggakan. Semoga ini bisa membawa kebaikan bagi umat Islam di Indonesia dan dunia," paparnya.

Terkait adanya calon Ketum PBNU alternatif yang muncul pada muktamar ini, Yenny mengaku, telah mendengarnya. Namun semuanya diserahkan kepada muktamirin sebagai pemilik suara sah.

"Saya rasa rekam jejak calon ketum PBNU sudah dikenal oleh para peserta muktamar. Insya Allah kalau semua diniatkan untuk NU dan mengabdi untuk kepentingan umat, semua akan berjalan dengan baik," tutupnya.

Sementara itu, Ketua Umum PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama), Said Aqil Sirodj bersyukur dengan Indonesia. Bangsa ini dinilai mampu meletakkan fondasi nasionalisme dan agama secara bersamaan.

"Belasan tahun hidup di Arab membuat saya menghayati arti penting NU untuk Indonesia dan dunia. Dengan segala hormat, di Arab, agama sedari awal tidak menjadi unsur aktif dalam mengisi makna nasionalisme," ujar Said Aqil saat pembukaan Muktamar ke-34 NU di Ponpes Darussa'adah, Gunung Sugih, Lampung Tengah, Rabu (22/12).

Di hadapan para peserta muktamar, Said Aqil menceritakan sulitnya menemui ulama yang nasionalis, maupun nasionalis yang sekaligus ulama di Timur Tengah.

Akibatnya, nasionalisme dan agama seringkali bertentangan. Kemudian, lahirlah konflik-konflik sektarian satu demi satu. Bahkan, konflik tak berkesudahan itu berujung pada hancurnya sebuah negeri. (rh/zul)

Tags :
Kategori :

Terkait