Pejabat publik eselon satu ke atas diberi pengecualian karantina mandiri bagi pelaku perjalanan dari luar negeri. Pengecualian diberikan atas dasar pertimbangan tertentu.
Apalagi, karantina mandiri harus dilakukan dengan rentang waktu 10 hari evaluasi.
"Rekomendasi karantina mandiri itu tentunya diberikan kepada mereka dengan batasan-batasan. Seperti pertimbangan kedinasan," ujar Juru bicara vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi di Jakarta, Rabu (15/12).
Menurutnya, setiap pelanggar ketentuan karantina akan ditindak tegas. Termasuk mengembalikannya ke tempat karantina. Jika pelaku karantina tidak kooperatif, maka dapat diberlakukan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Wabah Penyakit Menular dan Pasal 93 Undang-Undang Karantina Kesehatan.
Aturan karantina mengacu pada SE Satgas COVID-19 nomor 25/2021 tentang protokol kesehatan perjalanan internasional pada masa pandemi COVID-19.
"Berdasarkan aturan tersebut, seluruh WNI dan WNA yang baru saja tiba dari luar negeri wajib melakukan karantina 10 hari tanpa kecuali di fasilitas yang tersedia," imbuhnya.
Bagi WNI terdapat dua fasilitas yang disediakan. Yaitu dari pemerintah ataupun dengan biaya yang ditanggung secara mandiri. Sementara bagi WNA, karantina dilakukan sepenuhnya dengan biaya yang ditanggung oleh masing-masing pelaku perjalanan.
Pengecualian kewajiban karantina WNI dilakukan dalam keadaan mendesak bila memiliki kondisi kesehatan yang mengancam nyawa, membutuhkan perhatian khusus, serta kondisi kedukaan.
"Menyikapi munculnya perkembangan varian baru Omicron dan mendekati masa libur Natal dan Tahun Baru, pemerintah mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dengan cara memperketat protokol kesehatan menggunakan aplikasi PeduliLindungi dan segera divaksinasi," pungkas Nadia. (rh/zul)