Sanksi Kebiri Bagi Pemerkosa Santri Mendapat Sorotan dari Pakar: Salah Kaprah

Minggu 12-12-2021,14:18 WIB

Masalah kejahatan seksual oknum ponpes sebaiknya tidak dilihat dari sisi pelaku-korban saja. Namun, harus ada banyak hal juga yang diperhatikan.

Hal ini seperti dikatakan Konsultan Lentera Anak Foundation Reza Indragiri Amriel menyoroti kasus ini.

Dikutip dari Jawapos, terkait kasus oknum guru bejat Herry Wirawan, misalnya, ada dua pertanyaan yang belum terjawab.

Pertama, mengapa dia tidak meminta para santri mengaborsi janin mereka.

Padahal, lazimnya, kriminal berusaha menghilangkan barang bukti.

Kedua, apakah selama bertahun-tahun para santri tidak mengadu ke orang tua mereka.

”Alhasil, walau dari sisi hukum kita sebut peristiwa ini sebagai kejahatan seksual, tapi dari sisi psikologi dan sosiologi ada tanda tanya soal tata nilai dan pola relasi apa yang sesungguhnya terbangun antara pelaku, korban, dan keluarga mereka?” kata Reza sekaligus pakar psikologi forensik itu.

Ia pun menyatakan bahwa kebiri di Indonesia tidak diposisikan sebagai hukuman.

Melainkan sebagai perlakuan atau penanganan therapeutic.

Jadi, bukan menyakitkan kebiri justru pengobatan.

”Masyarakat murka dan mendesak oknum guru bejat di Bandung dikebiri. Kebiri dianggap sebagai hukuman pedih, menyiksa, yang setimpal dengan kejahatan si predator. Itu jelas salah kaprah,” ucap Reza Indragiri Amriel.

”Kalau masyarakat mau predator dibikin sakit sesakit-sakitnya, ya hukuman mati saja. Tapi perlu revisi dulu terhadap UU Perlindungan Anak,” imbuh dia.

Lalu apakah kebiri therapeutic itu mujarab? Menurut Reza, kebiri semacam itu menekan resiko residivisme.

Tapi, kebiri yang manjur seperti itu adalah kebiri yang dilakukan berdasar permintaan pelaku sendiri.

Bukan keputusan sepihak dari hakim yang mengabaikan kehendak si predator.

Tags :
Kategori :

Terkait