Pernyataan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata soal kepala desa yang terbukti korupsi dalam jumlah kecil tak perlu dipenjara menuai kritik.
Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Alex, sapaan Alexander Marwata, membaca secara utuh Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Sepertinya Komisioner KPK tersebut harus benar-benar serius ketika membaca UU Tipikor," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada awak media, Jumat (3/12).
Kurnia menyebut, pernyataan Alex mengesankan dia tak paham dengan aturan perundang-undangan. Sebab, Pasal 4 UU Tipikor secara tegas menyebutkan bahwa mengembalikan kerugian negara tidak menghapus pidana seseorang.
"Selain itu praktik korupsi tidak bisa dinilai besar atau kecil hanya dengan melihat jumlah uangnya saja," imbuhnya.
Misalnya, kata dia, kepala desa melakukan korupsi puluhan juta. Secara nominal, mungkin kecil, tapi jika dilakukan terhadap sektor esensial maka akan berdampak pada hajat hidup masyarakat desa.
"Jadi, pendapat Marwata itu terlihat menyederhanakan permasalahan korupsi," tegas dia.
Lebih lanjut Kurnia menilai, jika yang dimaksud Alex ingin mendorong restorative justice, pendapat itu keliru. Pasalnya, restorative justice tidak tepat dilakukan terhadap kejahatan kompleks seperti korupsi.
"Terlebih lagi korupsi sudah dikategorikan sebagai extraordinary crime," tutup Kurnia.
Sebelumnya, Alex menyebut kepala desa yang terbukti korupsi dengan nilai kecil disarankan untuk tidak langsung diproses hukum.
"Kalau ada kepala desa taruhlah betul terbukti ngambil duit tapi nilainya enggak seberapa, kalau diproses sampai ke pengadilan, biayanya lebih gede," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam telekonferensi yang disiarkan di akun YouTube KPK RI, Rabu (1/12).
Alex mengatakan, kepala desa biasanya melakukan korupsi dengan nominal yang kecil. Nilai tersebut jauh dari biaya yang mesti dikeluarkan negara dalam pengusutan kasusnya.
"Artinya apa? Enggak efektif, enggak efisien, negara lebih banyak keluar duitnya dibandingkan apa yang nanti kita peroleh," ujar Alex.
Alex meminta kepala desa dipaksa mengembalikan uang jika terbukti korupsi. Jika memungkinkan, kepala desa yang korupsi diminta dipecat.
Uang yang dikembalikan secara paksa itu kemudian harus masuk ke kas desa. Dengan begitu, masyarakat bisa kembali menikmati uang negara yang sudah dikorupsi. (riz/zul)