Isu Pemilu dan Pilkada 2024 termasuk salah satu hal yang dibahas saat Forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VII Majelis Ulama Indonesia (MUI). MUI menilai pilkada lebih banyak menimbulkan mafsadah (kerusakan), daripada maslahat (kebaikan)-nya.
"Ada beberapa mafsadah yang ditimbulkan. Antara lain menajamnya konflik horizontal di tengah masyarakat. Selain itu, dampak lain dari pilkada yaitu disharmoni, mengancam integrasi nasional, dan merusak moral akibat adanya politik uang," kata Ketua Fatwa MUI Asrorum Ni'am Soleh di Jakarta, Kamis (11/11).
Melalui forum tersebut, MUI juga mengeluarkan beberapa panduan untuk pemilu dan pilkada 2024 mendatang. Ada tiga panduan yang dirumuskan oleh MUI. Yaitu:
1. Dilaksanakan dengan langsung, bebas, jujur, adil, dan rahasia
2. Pilihan didasarkan atas keimanan, ketaqwaan kepada Allah SWT, kejujuran, amanah, kompetensi, dan integritas
3. Bebas dari suap (risywah), politik uang (money politic), kecurangan (khida'), korupsi (ghulul), oligarki, dinasti politik, dan hal-hal yang terlarang secara syar'i.
Tak hanya itu. MUI juga menyatakan masa jabatan kepemimpinan maksimal dua kali wajib diikuti.
"Pembatasan masa jabatan kepemimpinan maksimum dua kali sebagaimana diatur dalam Konstitusi dan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku wajib untuk diikuti. Ini untuk mewujudkan kemaslahatan serta mencegah mafsadah," pungkas Niam. (rh/zul)