Obat antivirus Covid-19 jenis Molnuvirapir sedang diupayakan untuk didatangkan pemerintah. Obat buatan perusahaan farmasi asal Amerika Serikat, Merck itu harganya di bawah Rp1 juta.
"Hitung-hitungan kami antara USD 40 sampai USD 50 dolar. Tidak terlalu mahal, masih di bawah Rp 1 juta," kata Menkes Budi Gunadi Sadikin dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IX DPR RI, di Jakarta, Senin (8/11).
Jika dirupiahkan dengan kurs USD pada Senin (8/11), maka USD 50 sekitar Rp713.375. Budi menyebut Molnupiravir dapat dikonsumsi oleh pasien terkonfirmasi COVID-19 dengan tingkat saturasi oksigen di atas 95 atau bergejala ringan.
"Jadi kalau positif tapi saturasi masih di atas 94/95, dikasih obat ini hasil uji klinis di luar negeri 50 persen bisa sembuh. Tidak masuk ke rumah sakit," imbuhnya.
Konsumsi Molnuvirapir dilakukan selama lima hari selama proses penyembuhan. Masing-masing sebanyak delapan tablet. "Jadi kira-kira butuh 40 tablet," katanya.
Pemerintah berupaya mendatangkan sekitar 600 ribu hingga 1 juta obat Molnuvirapir pada Desember 2021 melalui skema pembelian secara langsung kepada produsen. "Molnupiravir ini sudah memberikan lisensinya ke delapan pabrik di India untuk diproduksi," jelasnya.
Kehadiran obat itu diyakini bisa memberikan kesiapan bagi Indonesia menghadapi gelombang lanjutan COVID-19. "Mudah-mudahan tidak terjadi. Tapi kalau terjadi, setidaknya kita punya stok dulu," jelasnya.
Persiapan pemenuhan obat COVID-19 dalam jangka panjang, juga ditempuh pemerintah lewat pengajuan lisensi kepada produsen Merck atau The Medicines Patent Pool (MPP) yang kini tergabung di United Nations.
"Merck sudah meminta tolong kepada United Nations atau badan yang namanya MPP untuk bisa diberikan grand patennya. Sehingga kita bisa berhubungan dengan mereka," terang Budi.
Proses itu sudah memasuki tahap finalisasi. Pemerintah juga melibatkan perusahaan BUMN dan swasta untuk produksi di Indonesia. "Mudah-mudahan tahun depan bisa bikin di sini. Sehingga memperkuat sistem ketahanan kesehatan di Tanah Air," pungkasnya. (rh/zul)