Pemerintah dipastikan batal memungut pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sembako hingga jasa pendidikan.
Kepastian ini terungkap setelah disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menjadi UU pada Rapat Paripurna DPR RI, Kamis (7/10) lalu.
Ketua Komisi XI DPR Dito Ganinduto mengatakan komitmen keberpihakan kepada masyarakat bawah dengan pemberian fasilitas pembebasan PPN atas barang pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa keuangan, dan jasa pelayanan sosial, skema PPN final untuk sektor tertentu, penyesuaian tarif PPN secara bertahap sampai dengan tahun 2025
"Kita berpihak pada masyarakat bawah dengan pemberian fasilitas pembebasan PPN atas barang pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa keuangan, dan jasa pelayanan sosial, skema PPN final untuk sektor tertentu, penyesuaian tarif PPN secara bertahap sampai dengan tahun 2025," kata Dito dalam video virtual, Jumat (8/10).
Sebagai informasi, pemerintah juga menetapkan tarif tunggal untuk PPN. Kenaikan tarif PPN disepakati untuk dilakukan secara bertahap, yaitu menjadi 11 persen mulai 1 April 2022 dan menjadi 12 persen paling lambat 1 Januari 2025.
Kebijakan ini mempertimbangkan kondisi masyarakat dan dunia usaha yang masih belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi Covid-19. Jika dilihat secara global, tarif PPN di Indonesia relatif lebih rendah dari rata-rata dunia sebesar 15,4%.
Selain itu lebih rendah dari Filipina (12%), China (13%), Arab Saudi (15%), Pakistan (17%) dan India (18%).
Undang undang harmonisasi peraturan perpajakan (UU-HPP) mengatur perluasan basis Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan melakukan pengurangan pengecualian dan fasilitas PPN.
Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial dan beberapa jenis jasa lainnya akan diberikan fasilitas dibebaskan PPN. (fin/zul)