Anggota Komisi III DPR RI Hinca Pandjaitan mengatakan jika dirinya tidak sepakat dengan Fadli Zon yang mengusulkan Densus 88 Polri dibubarkan. Tapi, dia mengaku, memahami kerisauan koleganya, Fadli Zon, terkait pemberantasan terorisme.
“Saya memahami kegelisahan Mas Fadli Zon, sahabat saya. Itu kritik yang saya kira harus diperhatikan oleh Densus 88. Karena dia merasa Densus 88 pilih kasih terhadap organ tertentu,” kata Hinca, Kamis (7/10).
Ia pun mendorong Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk mengevaluasi kinerjanya. Agar kepercayaan publik terhadap pasukan khusus itu lebih menguat.
“Saya kira (kritik Fadli Zon, Red.) ini masukan untuk Densus 88 untuk memperbaiki dan kemudian kita bikin lebih baik lagi,” sebut Hinca.
Dia lanjut menyampaikan Densus 88 tetap krusial untuk pemberantasan terorisme di tanah air.
“Saya tidak setuju Densus 88 itu dibubarkan. Saya ingin itu tetap ada. Tapi, kritik yang diberikan harus diperhatikan supaya publik memberi apresiasi juga kepada Densus 88,” ujar Hinca.
Anggota DPR RI Fadli Zon lewat akun Twitter pribadinya, Selasa (5/10) lalu, mengusulkan Densus 88 dibubarkan. Alasannya, karena pasukan khusus itu dianggap telah menyebarkan narasi kebencian terhadap Islam (Islamofobia).
“Narasi semacam ini tak akan dipercaya rakyat lagi, berbau Islamofobia. Dunia sudah berubah, sebaiknya Densus 88 ini dibubarkan saja. Terorisme memang harus diberantas, tapi jangan dijadikan komoditas,” kata Fadli Zon dikutip dari cuitannya di media sosial Twitter @fadlizon, Kamis.
Cuitan Fadli Zon itu merupakan komentar terhadap berita salah satu media nasional berjudul “Densus 88 Klaim Taliban Menginspirasi Teroris Indonesia”.
Usai Fadli menyampaikan usulannya itu, sejumlah pihak tidak setuju, termasuk di antaranya Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni. Ahmad Sahroni menyampaikan pemberantasan terorisme masih membutuhkan bantuan Densus 88.
“Saya melihat justru kehadiran Densus 88 sangat dibutuhkan karena jelas sangat bermanfaat dalam memberantas teroris-teroris," kata Sahroni dikutip dari siaran tertulisnya yang diterima di Jakarta, Kamis.
Terkait anggapan adanya narasi Islamofobia, Ahmad Sahroni berpendapat, klaim itu provokatif, karena terorisme tidak terkait dengan satu agama tertentu. “Jadi tidak ada korelasinya,” kata Ahmad Sahroni. (khf/zul)