Tawaran untuk Novel Baswedan dan 56 mantan pegawai Komisi Pemberantasan Tindak (KPK) dianggap sebagai pukulan telak mantan penyidik KPK itu. Utamanya terhadap harga diri dan kehormatannya.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Anak Bangsa (ILKAB), Rudi S. Kamri mengungkapkannya untuk menanggapi rencana Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang siap menampung Novel Baswedan Cs. Bersama 56 orang mantan pegawai KPK lainnya, Novel Baswedan diberhentikan dengan hormat per 30 September kemarin.
Mereka dipecat karena tidak lolos seleksi tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk menjadi aparatur sipil negara (ASN) sesuai UU 19/2019 tentang KPK.
"Nah di sisi lain kita harus mengingatkan kepada Kapolri bahwa Novel Baswedan khususnya, ini adalah mantan anggota Polri. Dan dia keluar dari anggota Polri memilih jadi penyidik di KPK. Dan kita ingat, Novel Baswedan ini selalu dan selalu menyerang institusi Polri berulang dan berulang, sering sekali," ujar Rudi dalam video yang diunggah di akun YouTube Kanal Anak Bangsa seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (1/10) malam, lalu.
Rudi merasa heran jika seseorang yang sering menyerang institusi Polri, akan tetapi malah mau ditampung di institusi tersebut.
"Apakah tidak akan menjadi duri dalam daging di Polri ya? Nah ini bagi saya lebih pada pukulan telak dari Kapolri untuk mengetes atau menguji harga diri dan kehormatan seorang Novel Baswedan," kata Rudi.
Menurut Rudi, jika Novel Baswedan mau menerima tawaran Kapolri tersebut, Novel dianggap menjilat ludah sendiri.
"Kalau menurut saya, kalau Novel Baswedan mau menerima tawaran Kapolri artinya dia sudah menjilat ludah sendiri dan menurunkan harga dirinya. Dia menjadi manusia sampah menurut saya, karena apa? Karena sudah sering menjelek-jelekan institusi Polri, kemudian menerima begitu saja. Ini integritasnya dan kredibilitasnya di mana?" tegas Rudi. (rmol/zul)