Presiden Jokowi ternyata tidak diam saja menyikapi konflik Partai Demokrat antara kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan Moeldoko. Hal itu diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD.
Mahfud mengatakan Presiden Jokowi sempat meminta pandangannya soal polemik yang sedang dialami Partai Demokrat tersebut. Mahfud menceritakannya saat menjadi narasumber diskusi virtual melalui live Twitter bersama Didik J Rachbini, Rabu (29/9) malam.
Diceritakan Mahfud, sejak awal Istana sama sekali tidak mencampuri politik Partai Demokrat antara AHY dengan Moeldoko, meski Moeldoko sebagai Kepala Staf Kepresidenan (KSP).
Kemudian, Mahfud mengaku bahwa saat itu Jokowi sempat bertanya landasan hukum terkait Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat yang dilaksanakan di Deli Serdang. Mahfud menjelaskan, KLB tersebut seharusnya tidak sah karena tidak memenuhi persyaratan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).
"Hukumnya bagaimana? Kata Pak Jokowi kepada saya. Hukumnya Pak, tidak boleh ada muktamar seperti itu. Karena muktamar itu, atau kongres itu, harus diminta oleh pengurus yang sah. Ini kan mereka di luar, bukan pengurus yang sah, harus sekian anu," ujar Mahfud.
"Jadi itu tidak boleh disahkan. Kata Pak Jokowi, kalau memang begitu tegakkan saja hukum, tidak usah disahkan Pak Moeldoko meskipun dia teman kita dan punya ambisi politik, kata Pak Jokowi," tandas Mahfud.
Selain itu, beber Mahfud, gugatan empat mantan kader Partai Demokrat ke Mahkamah Agung (MA) dengan menggandeng Yusril Ihza Mahendra sebagai pengacaranya tak ada gunanya.
“Begini ya, kalau secara hukum, gugatan Yusril ini ndak akan ada gunanya, karena kalaupun dia menang tidak akan menjatuhkan Demokrat yang sekarang,” kata Mahfud.
Mahfud kemudian mengungkap alasan gugatan itu tak ada gunanya. Dia mengatakan judicial review (JR) hanya berlaku ke depan dan tak mengubah keputusan yang telah ada. (rmol/zul)