Somasi tentang penolakan pembangunan Malioboro-nya Tegal di Jalan Ahmad Yani kembali dikirimkan pada Jumat (17/9) siang. Kali ini, surat dikirimkan oleh pedagang pasar pagi, pedagang lesehan dan Aliansi Kerakyatan Anti Korupsi dan Peradilan Bersih (AKAR) yang meminta agar proyek itu dihentikan.
Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Pagi Blok A (PPPBA) Kota Tegal Oi Yandro saat dimintai keterangan mengatakan, dari pedagang Pasar Pagi khususnya blok A, belum menerima surat sosialisasi. Pedagang hanya mendapatkan berita dari media saja.
"Kemarin kita juga sempat berkomunikasi dengan dinas terkait untuk akses bongkar muat barang belum dilakukan," katanya.
Karenanya, kata Oi Yandro, pihaknya merasa keberatan dengan proyek pembangunan itu. Sebab, untuk akses masuk ke Pasar Pagi terutama untuk bongkar muat barang belum ada.
"Kalau dialihkan ke Jalan KH Zaenal Arifin, sangat kecil sementara kendaraan yang masuk cukup besar," ujarnya.
Menurut Oi Yandro, kawasan Malioboro di Kota Tegal tentunya tidak sama dengan Yogyakarta karena berbeda pariwisatanya. Kalau di sana ada universitas yang cukup besar.
"Kalau di Tegal ada tapi tidak begitu banyak. Sehingga pembangunan Malioboro di Jalan A. Yani kami rasa kurang pas," tandasnya.
Sekretaris Paguyuban Lesehan dan Pedagang Kaki Lima Jalan Ahmad Yani (Paleska Jaya) Theocracy melalui surat somasinya menyebut pada akhirnya, pedagang mengambil sikap penolakan proyek City Walk di lokasi itu. Karena, mengingat dampak keseluruhan yang akan ditimbulkan di kemudian hari.
"Kami PKL yang bermodal kecil akan dibinasakan dan hanya orang yang bermodal kuat yang bisa berjualan di Jalan A Yani dengan menggunakan foodtruck," tandasnya.
Untuk itu, tegas Theo, pihaknya mensomasi wali kota dan Pemerintah Kota Tegal untuk tidak melanjutkan rencana proyek itu. Sekaligus mengingatkan janji waktu Pemilihan Wali Kota bahwa tidak akan mengulik-ulik PKL di sana.
Koordinator wilayah eks Karesidenan Pekalongan AKAR Jateng Komarraenudin menegaskan, melihat buruknya koordinasi lintas OPD terkait, pihaknya menyimpulkan perencanaan penataan kawasan itu tidak dilaksanakan dengan baik. Atau bisa jadi tidak ada perencanaan sama sekali.
"Karena seharusnya ada perencanaan penataan atau sosialisasi sebelum pelaksanaan pekerjaan atau proyek. Dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut banyak yang berdampak," ujarnya.
Selain itu, imbuh Komarraenudin, dengan waktu pelaksanaan yang hanya 110 hari kalender, pihaknya sangat pesimistis pekerjaan akan selesai sesuai jadwal yang sudah ditentukan. Sebab, mengingat padatnya aktivitas di Jalan Ahmad Yani. (muj/ima)