Ketua Bawaslu Abhan menyoroti kewenangan lembaganya dalam penanganan pelanggaran. Ada perbedaan yang sangat berbeda antara Pemilu dengan Pilkada.
Untuk penanganan pelanggaran pemilu, batas waktu penanganan pelanggaran 14 hari kerja. Dengan hukum acara pelanggaran administrasi serta mekanisme persidangan dan produk hukum berupa putusan.
"Pembentukan sentra gakumdu melalui peraturan Bawaslu," ujarnya, Senin (6/9) lalu, saat RDP dengan Komisi II DPR RI dan lembaga penyelenggara pemilu.
Sedangkan, untuk penanganan pelanggaran pilkada, batas waktu pelanggaran lima hari kalender. Dengan hukum acara pelanggaran administrasi dan mekanisme klarifikasi serta produk hukum berupa rekomendasi, yakni dengan pembentukan sentra gakumdu melalui peraturan bersama.
Selain itu, Abhan menjelaskan terkait regulasi pada pemilu, terdapat penyidikan, penuntutan, dan persidangan diatur adanya pemeriksaan in absentia.
"Pasal terkait mahar politik, tidak terdapat sanksi pidana," ujarnya pula.
Adapun ancaman sanksi pidana politik uang, di mana pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp24 juta. Regulasi, kata Abhan, tidak mengatur adanya penggeledahan, penyitaan, dan pengumpulan alat bukti dan penyidikan.
Berbeda dengan regulasi pilkada, di mana tidak dikenal pemeriksaan in absentia. Regulasi juga mengatur adanya sanksi pidana terhadap mahar politik.
Ancaman sanksi pidana politik uang minimal 36 bulan dan maksimal 72 bulan dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Regulasi juga mengatur penggeledahan, penyitaan, dan pengumpulan alat bukti dalam penyelidikan dan penyidikan tanpa surat izin ketua pengadilan.
Abhan juga memberikan catatan krusial terkait penanganan pelanggaran, dimana desain dan sistem hukum pemilu dan piilkada hingga saat ini masih rumit, berlapis-lapis dan terkesan mengunci sehingga sering menghasilkan bottleneck. (khf/zul)