12.972 Orang di Jateng Menikah saat Masih Berusia Anak-anak

Sabtu 29-05-2021,08:00 WIB

Jumlah perkawinan anak di Jawa Tengah meningkat tajam. Pada 2020 lalu, tercatat 12.972 anak yang melakukan perkawinan.

Padahal jumlah perkawinan anak pada tahun 2019 hanya tercatat 2.049 anak. Karenanya, Pemprov Jateng terus berupaya menekan kasus perkawinan anak di wilayahnya

Salah satunya dengan mendirikan Care Center Jo Kawin Bocah di Kantor Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Jawa Tengah, Jumat (28/5). 

Kepala DP3AP2KB Jateng, Retno Sudewi mengatakan, dengan keberadaan Care Center Jo Kawin Bocah, diharapkan berdampak pada pengurangan kasus perkawinan anak di Jateng.

”Kalau ini gerakan (Jo Kawin Bocah) banyak, ya pelan-pelan tapi pasti ya, target (turun) itu harus ada,” kata Dewi, sapaan akrabnya, usai acara peresmian Care Center Jo Kawin Bocah, di kantornya Jalan Pamularsih, Kota Semarang, Jumat (28/5).

Pihaknya telah menginisiasi Jo Kawin Bocah yang diluncurkan 20 November 2020 lalu, sebagai upaya bersama menekan angka perkawinan usia anak di Jawa Tengah.

Harapannya, dukungan unsur pentahelix, yaitu pemerintah, komunitas termasuk lembaga masyarakat dan kelompok anak, media massa, akademisi, dan dunia usaha, untuk menyukseskan upaya tersebut melalui perannya masing-masing.

Dewi mengatakan, gerakan tersebut hendaknya dilakukan secara masif. Mulai dari pencegahan, penanganan, hingga publikasi. Agar Jo Kawin Bocah tersosialisasikan pada seluruh lapisan masyarakat, pihaknya telah membuat jingle, meramaikan hastag #nikahsehati, yaitu nikah sehat, terencana dan mandiri.

Selain itu menyediakan buku saku Jo Kawin Bocah yang bisa diunduh di laman resmi, atau media sosial DP3AP2KB Jawa Tengah.”Buku saku juga akan dibuat untuk anak-anak, biar lebih mudah bentuknya seperti komik, atau karikatur,” sambungnya.

Tidak berhenti di situ, pihaknya bekerja sama dengan Unicef membuat pelatihan ketrampilan hidup. Mereka juga kerja sama dengan forum anak, disabilitas dan lainnya, supaya anak tahu potensi masing-masing. Termasuk, membuat aplikasi Apem Ketan, yaitu aplikasi pemetaan perempuan dan anak rentan.

Dewi menuturkan, perubahan regulasi mengenai batas minimum usia yang diperbolehkan menikah menjadi 19 tahun bagi laki-laki dan perempuan melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, seharusnya dapat mencegah terjadinya perkawinan anak.

Namun kenyataannya, kondisi perkawinan anak di Jawa Tengah pada 2020, terdapat 12.972 orang anak yang melakukan perkawinan, meliputi 1.671 orang anak laki-laki, dan 11.301 orang anak perempuan. Jumlah itu meningkat dibandingkan jumlah perkawinan anak pada tahun 2019 yang tercatat 2.049 orang anak.

”Hal ini di antaranya karena sejak batas minimal usia menikah dinaikkan menjadi 19 tahun, permohonan dispensasi kawin di Pengadilan Agama meningkat drastis. Pada tahun 2021, dari Januari sampai April sebanyak 4.472 anak telah mengajukan dispensasi kawin dengan laki-laki sejumlah 582 (orang), dan perempuan sejumlah 3.890 (orang),” bebernya.

Diakui, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin memberi peluang terjadinya pernikahan bagi seseorang yang belum berusia 19 tahun, karena kondisi khusus atau situasi yang mendesak.

Sayangnya, hal itu sering menjadi celah terjadinya perkawinan anak, meski regulasi tersebut sebenarnya lebih ketat karena mengatur jika permohonan dispensasi harus disertai rekomendasi dari tenaga professional, seperti psikiater, dokter, psikolog, pekerja sosial profesional, P2TP2A, Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) atau Komisi Perlindungan Anak.

Tags :
Kategori :

Terkait