Agar memberikan rasa keadilan bersama, pengelola diminta memiliki indikator yang jelas untuk menyeleksi calon penghuni rumah susun sederhana sewa (rusunawa) guna memberikan rasa keadilan bersama. Hal itu berlaku bagi penghuni baru maupun lama yang ingin menempatinya kembali.
Anggota Komisi III DPRD Kota Tegal Bayu Ari Sasongko, Rabu (26/5) siang mengatakan, berdasarkan hasil sidak yang dilakukan, didapati ada 55 hunian dari gelombang pertama yang siap dihuni. Dari jumlah itu, dua di antaranya sudah fix ditempati penghuni lama.
"Kemudian dari gelombang dua, dari 67 sekarang tersisa 47 kepala keluarga (KK) yang sedang diupayakan agar bisa menempati lagi," katanya.
Namun, kata politisi PKS itu, agar proses ini bisa berkeadilan untuk semua, yang pertama harus ada verifikasi yang terukur dari dinas terkait. Memang, saat ini untuk menentukan kelayakan diserahkan tim verifikasi. Namun dirinya melihat, belum ada parameter atau indikator yang transparan, objektif sehingga bisa dibuka semua pendaftar.
"Karenanya, kita berharap ke depan ada indikator-indikator semacam itu yang digunakan untuk menyeleksi calon penghuni. Itu, berlaku bagi penghuni lama maupun dari daftar tunggu," tandasnya.
Menurut Bayu, dengan indikator itu, diharapkan tidak ada lagi prasangka atau ketidakpuasan. Karena semua tahu, pengelola sudah menerapkan ceklis untuk dipenuhi calon penghuni.
"Kalau sementara ini kita melihatnya belum ada. Sehingga masih bersifat subyektif kalau menurut saya. Memang, oleh tim verifikasi disampaikan yang berpenghasilan rendah. Namun, itu belum ada parameternya seperti apa," ujarnya.
Kemudian, kata Bayu, dirinya ingin melihat unsur-unsur tanggungan jiwa dalam 1 kepala keluarga masuk menjadi salah satu parameter. Tim, bisa merujuk seperti tim penilaian RTLH.
"Kalau menurut saya itu sudah ideal. Ada beberapa ceklis yang harus dipenuhi oleh calon penerima layak atau tidak. Sehingga clear, masyarakat yang tidak lolos bisa memahaminya. Karena tidak bisa memenuhi ceklis itu," tandasnya.
Menurut Bayu, dirinya juga ingin menyoroti adanya tunggakan yang cukup banyak di rusunawa. Kalau maksimal 6 bulan mungkin ada kesulitan di penghuni.
"Namun, kalau tunggakan ini bertahun-tahun, mungkin ada yang keliru di sistem. Kemungkinan ada pendekatan yang kurang baik ataupun kurangnya harmonisasi antara pengelola dan penghuni rusunawa," jelasnya.
Karenanya, imbuh Bayu, dirinya berharap ada hubungan yang lebih baik lagi. Karena tugas pemerintah mengayomi agar bisa diterapkan.
"Kemudian untuk mekanisme pembayarannya juga perlu disikapi. Kalau pembayaran tiap bulan dirasa cukup berat, maka misalnya dilakukan mekanisme titipan harian atau 2 hari sekali. Yang penting tidak ada tunggakan hingga bertahun-tahun," pungkasnya. (muj/ima)