Dianggap tidak sesuai dengan kaidah good clinical practice, pengembangan vaksin Nusantara untuk melawan Covid-19 tersendat.
Penelitian vaksin yang digagas mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto itu belum sesuai dengan kaidah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Karenanya, BPOM belum bersedia menerbitkan izin klinis fase kedua.
Sikap BPOM itu tampak dalam rapat kerja Komisi IX DPR RI kemarin (10/3).
Kepala BPOM Penny Lukito menyatakan, penelitian vaksin Nusantara tidak mampu memperlihatkan profil khasiat vaksin. Padahal, hal itu merupakan tujuan sekunder yang harus dijawab tim peneliti. Karena itu, BPOM belum mengizinkan uji klinis fase kedua.
Penny menyatakan, jika uji klinis fase kedua tetap dilakukan, justru subjek penelitian akan rugi.
”Kalau tidak menunjukkan khasiat, penelitian pada fase selanjutnya tidak etis karena bisa merugikan subjek penelitian,” ungkapnya dikutip dari Jawapos.
Karena itu, lanjut Penny, peneliti vaksin Nusantara harus bisa menunjukkan data khasiat vaksin.
Penny menegaskan, pihaknya tidak menghalangi pengembangan vaksin Nusantara. BPOM hanya ingin mendapat klarifikasi dari tim peneliti.
”Kenapa saya bersikeras? Karena saya konsisten,” tuturnya.
Dia juga menegaskan, klarifikasi itu perlu dilakukan karena BPOM selalu menjadi tim ahli komisi penilai obat. Penny menekankan bahwa prosedur tersebut berlaku untuk semua vaksin.
”Kami meminta data mutu, uji klinis, dan ada proses tim penilai obat. Baru kami mengeluarkan izin,” ucapnya.
Sementara itu, Terawan juga sempat menjelaskan vaksin Nusantara kepada para anggota DPR. Dia meyakinkan bahwa vaksin Nusantara sudah melalui berbagai tahapan yang benar. Menurut Terawan, vaksin Nusantara berbasis sel dendritik autolog atau komponen sel darah putih yang kemudian dipaparkan dengan antigen dari SARS-CoV-2. Dengan demikian, vaksin Nusantara akan memiliki kegunaan individual terhadap sasaran vaksinasi. Bahkan, dia mengaku sudah melakukan uji praklinis pada hewan.
’’Saya sudah WA-kan hasil uji praklinis pada binatang soal safety dan efikasi vaksin yang sudah dilakukan pihak ketiga di AS. Maka, kami enggak lakukan lagi di Indonesia,’’ katanya seperti dilansir jawapos.com.
’’Jadi, safety dan efikasi vaksin pada uji binatang ini juga sudah saya konsultasikan,” lanjut Terawan.
Sempat terjadi perdebatan saat menyusun kesimpulan rapat. Komisi IX mengusulkan agar BPOM segera mengeluarkan persetujuan pelaksanaan uji klinis (PPUK) fase kedua bagi kandidat vaksin Nusantara agar penelitian dapat segera dituntaskan. Namun, Penny menyatakan bahwa untuk mengeluarkan persetujuan itu, harus ada proses yang dilewati demi independensi BPOM. Dia mengungkapkan, akan ada pertemuan untuk membahas penetapan persetujuan itu pada 16 Maret bersama Kementerian Kesehatan.