Sejumlah pengamat politik menilai diamnya Kepala Staf Presiden (KSP), Moeldoko pasca Kongres Luar Biasa (KLB) Demokrat karena sedang mengatur strategi politik.
Itulah sebabnya, baik Ketua Umum Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhotono (SBY) untuk tidak menganggap remeh diamnya Moeldoko.
Pengamat Politik dari Universitas Brawijaya, Anang Sudjoko menilai diamnya Moeldoko bagian dari strategi politik. “Diamnya Moeldoko bisa jadi mengatur strategi atau dia bukan king player dari KLB,” ujarnya dihubungi Pojoksatu.id di Jakarta, Rabu (10/3).
Tak hanya itu, ungkap Anang, bisa jadi juga Moeldoko bukan king player atau aktor utama dari KLB itu. Sehingga harus hati-hati mengeluarkan statement.
“Harus hati-hati benar bicara di publik. Ada skenario besar yang bisa jadi menempatkan Moeldoko sebagai boneka,” tuturnya seprti yang dikutip dari pojoksatu.id.
Dosen Universitas Brawijaya Malang itu juga menilai, KLB yang dilakukan Moeldoko dkk merupakan pelanggan etika berpolitik. “Saya menilai KLB kali ini sebagai pelanggaran etika berpolitik di era demokrasi sekarang,” terang Anang.
Anang juga menyesalkan sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menko Polhukam, Mahfud MD tidak mencegah KLB yang di selenggarakan 5 Maret kemarin.
“Pemerintah melalui menko polhukam mengamini, maka patut diduga ada pihak istana yg mengetahui rencana KLB atau bahkan lebih dari sekadar mengetahui,” tandas Anang.
Karenanya, tambah Anang, merupakan hal yang wajar dalam dunia politik jika publik menilai bahwa KLB Deli Serdang itu dibeking orang-orang dari Istana. “Bisa orang atau sekelompok orang. Diamnya Istana tidak menindak Moeldoko merupakan signal bahwa orang-orang di Istana ada di balik KLB,” pungkasnya. (muf/zul)