Sebuah soal menyebut nama Pak Ganjar tidak pernah bersyukur bahkan tidak pernah salat dan berkurban viral di media sosial.
Hal itu terdapat dalam gambar yang memperlihatkan kumpulan soal dari buku pendamping pelajaran yang berjudul Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti.
Menanggapi hal ini, Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino meminta Presiden Joko Widodo mengevaluasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang menurutnya telah kecolongan, membiarkan dunia pendidikan mengalami politisasi.
"Ini tragedi yang menyedihkan di dunia pendidikan kita. Bukan satu kali ini saja, dulu ada soal ujian sekolah yang sandingkan nama Gubernur Anies dan Ibu Megawati. Ini politisasi yang parah, tidak layak terjadi di dunia pendidikan," ucapnya, Rabu (10/2).
Menurut Arjuna, berulangkali masuknya muatan-muatan politik dalam buku pelajaran dan soal ujian menunjukkan bahwa kontrol dan pengawasan terhadap konten atau isi pembelajaran yang dilakukan oleh Kemendikbud sangat lemah.
"Harusnya ada kontrol dan pengawasan dari Kemendikbud. Sebelum materi itu diajarkan kepada siswa, ada mekanisme standarisasi untuk menilai buku atau soal ujian layak diberikan kepada siswa atau tidak. Semua mekanisme ini tidak berjalan. Terus kecolongan," ujar Arjuna.
Arjuna menambahkan berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2016 tentang Buku Pelajaran yang Digunakan oleh Satuan Pendidikan haruslah disusun berdasarkan standar nasional pendidikan yang sesuai standar kompetensi yang ingin dicapai oleh mata pelajaran tersebut. Bukan berisi propaganda politik dan nuansa pencemaran nama baik.
"Sudah ada peraturan tentang standarisasi buku mata pelajaran. Seharusnya itu bisa digunakan sebagai instrumen kontrol dan pengawasan. Tapi nampaknya instrumen tersebut tidak berjalan. Dan didiamkan saja oleh Kemendikbud," tambah Arjuna
Arjuna menilai, buku pelajaran berperan penting dan strategis dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, sehingga perlu ada pengawasan yang ketat agar sesuai dengan standar pendidikan nasional.
"Buku pelajaran sifatnya sangat strategis dalam pembentukan kesadaran dan karakter siswa. Yang disajikan dalam buku pelajaran bisa menjadi narasi/kebenaran tunggal yang diyakini siswa. Jika buku pelajaran dipolitisasi, dunia pendidikan jadi corong propaganda politik. Tidak sesuai dengan tujuan pendidikan nasional kita," kata Arjuna
Selain itu, menurut Arjuna, peristiwa ini tidak layak terjadi pasalnya bertentangan dengan visi Presiden Jokowi yang ingin menjadikan dunia pendidikan sebagai proses penanaman dan penguatan karakter. Namun yang terjadi justru dunia pendidikan dijadikan alat propaganda politik dan pencemaran nama baik.
"Kan visi Pak Jokowi ingin menjadikan dunia pendidikan sebagai proses penanaman dan penguatan karakter. Namun faktanya, dunia pendidikan justru dikotori oleh propaganda politik, penuh dengan tendensi politik dan pencemaran nama baik. Ini bertentangan dengan visi Presiden. Harus dievaluasi!" tutup Arjuna. (*/ima)