Instruksi Mendagri soal Prokes Bukan Produk Hukum, Politisi PAN: Kepala Daerah Tak Bisa Langsung Diberhentikan

Sabtu 21-11-2020,09:20 WIB

Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun Tahun 2020 Tentang Penegakan Protokol Kesehatan menuai polemik. Adanya sanksi bagi kepala daerah sampai dengan pemberhentian dianggap sejumlah pihak dianggap kurang tepat.

Meski tujuannya untuk memperkuat penegakan prokes, Tito mengingatkan sanksi bagi kepala daerah yang mengabaikan kewajibannya sebagai kepala daerah. Soal pemberhentian atau pencopotan menjadi hal yang paling disorot.

Fahri Hamid misalnya. Pakar Hukum Tata Negara UMI Makassar ini mengatakan jika instruksi tidak bisa dijadikan dasar. Alasannya, instruksi tersebut bukan produk hukum yang berisi perangkat norma yang memiliki sifat memaksa.

Ia melanjutkan instruksi adalah arahan untuk melakukan suatu pekerjaan kepada bawahan dalam sebuah instansi. “Secara beleeid, instruksi bukan merupakan produk yang bersifat hukum. Yang pada dasarnya, memuat norma dan kaidah,” katanya, Jumat (20/11).

Dengan demikian maka beleeid selain dari jenis perundang-undangan seperti yang diatur oleh UU PPP adalah bukan bersifat mengatur yang dapat mengatur sanksi ataupun larangan terhadap sesuatu.

Fahri menyebutkan ada semacam surplus kebijakan yang pada akhirnya instruksi tersebut sulit dan tidak dapat di eksekusi karena tidak sejalan dengan prinsip hukum itu sendiri.

Menurutnya, jika dilihat dari optik hukum tata negara, proses pengisian kepala daerah dilakukan melalui mekanisme demokrasi dengan mengedepankan prinsip daulat rakyat. Dengan begitu, lanjut Fahri, secara teoritik proses pemberhentian kepala daerah tentunya melalui mekanisme yang melibatkan rakyat yaitu lembaga perwakilan.

Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus juga ikut angkat suara. Menurutnya, instruksi tersebut tidak serta merta langsung bisa memberhentikan kepala daerah.

Menurutnya, kepala daerah tidak bisa langsung diberhentikan begitu saja. Terlebih, kepala daerah dipilih melalui pemilihan, sehingga pemberhentian sudah diatur Undang-Undang.

"Pemberhentian kepala daerah tidak diatur oleh instruksi menteri. Proses pelaksanaan pemberhentian Kepala Daerah mengacu kepada UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini sebagaimana termaktub dalam diktum keempat Instruksi Mendagri tersebut," jelas politikus PAN ini.

Menurut Guspardi, substansi Instruksi Mendagri itu meminta kepala daerah lebih serius menegakkan protokol kesehatan. Serta memprioritaskan penanganan dan pengendalian penyebaran Covid-19 sebagai yang utama dengan mengedepankan kesehatan dan keselamatan rakyat.

Sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Safrizal mengatakan, Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Jokowi. Dalam rapat kabinet itu, kepala negara menegaskan tentang pentingnya konsistensi kepatuhan protokol kesehatan Covid-19 dan mengutamakan keselamatan rakyat.

"Seperti diketahui pandemi Covid-19 ini merupakan bencana nonalam yang bersifat global dan nasional sehingga untuk dapat mengendalikan pandemi dan dampak sosial, ekonomi, di mana selama lebih kurang delapan bulan seluruh elemen telah bersama-sama bekerja keras mengatasi persoalan bangsa ini," kata Safrizal.

Untuk menangani Covid-19 dan dampaknya, kata Safrizal, Pemerintah Pusat dan daerah pun telah mengeluarkan sejumlah peraturan, baik itu berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah, dan Peraturan Kepala Daerah.

Berbagai langkah juga telah dilakukan secara sistematis dan masif dengan mengeluarkan biaya yang besar, termasuk dari pajak rakyat, di antaranya upaya sosialisasi memakai masker, pengaturan jaga jarak, penyediaan sarana cuci tangan dan upaya untuk mencegah terjadinya kerumunan. (khf/zul/fin)

Tags :
Kategori :

Terkait