Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) resmi mendaftarkan vaksin nOPV2 milik PT Bio Farma (Persero) sebagai penggunaan darurat dalam mengatasi kasus polio di dunia.
Ini pertama kalinya WHO memasukkan vaksin dalam daftar penggunaan darurat atau the emergency use listing (EUL). Hal ini juga membuka kemungkinan WHO memasukkan vaksin virus corona dalam EUL.
Mengutip laman resmi WHO, Senin (16/11), telah terjadi peningkatan wabah polio di sejumlah negara, khususnya di Afrika, Mediterania Timur, wilayah Pasifik Barat dan Asia Tenggara.
"Dunia telah membuat kemajuan luar biasa untuk memberantas polio. Kasus polio tercatat berkurang hingga 99,9 persen dalam 30 tahun terakhir," demikian pernyataan WHO.
WHO menambahkan, bahwa prosedur EUL akan menilai kesesuaian produk kesehatan yang belum memiliki lisensi selama keadaan darurat kesehatan masyarakat, seperti polio dan covid-19. Hal ini agar obat-obatan dan vaksin dapat tersedia lebih cepat untuk mengatasi keadaan darurat.
"Penilaian tersebut pada dasarnya mempertimbangkan ancaman yang ditimbulkan oleh keadaan darurat terhadap manfaat yang akan diperoleh dari penggunaan produk berdasarkan bukti yang kuat," imbuhnya.
Prosedur ini diperkenalkan pertama kali saat wabah ebola di Afrika Barat pada 2014-2016 lalu. Prosedur ini melibatkan penilaian yang ketat terhadap data uji klinis fase II dan III, serta data tambahan yang substansial tentang keamanan, kemanjuran, dan kualitas produksi.
Data tersebut nantinya ditinjau oleh ahli independen yang mempertimbangkan bukti terkini tentang vaksin yang sedang dipertimbangkan, rencana pemantauan penggunaannya, dan rencana studi lebih lanjut. Kemudian, para ahli dari otoritas nasional individu juga diundang untuk berpartisipasi dalam tinjauan EUL.
Setelah vaksin terdaftar untuk penggunaan darurat WHO. Lembaga itu nantinya akan melibatkan jaringan regional dan mitranya untuk menyadarkan otoritas kesehatan nasional tentang manfaat vaksin tersebut.
"Prakualifikasi WHO akan menilai data klinis tambahan yang dihasilkan dari uji coba dan penerapan vaksin secara bergiliran. Hal ini dilakukan untuk memastikan vaksin itu memenuhi standar kualitas, keamanan, dan kemanjuran," tutur WHO.
Selain memutuskan apakah akan menggunakan vaksin tersebut, kata WHO, setiap negara perlu menyelesaikan proses kesiapan untuk menerapkan vaksin berdasarkan EUL.
"Produsen vaksin juga harus berkomitmen untuk menghasilkan data untuk mendapatkan lisensi penuh dan prakualifikasi vaksin dari WHO," pungkas WHO. (der/zul/fin)