Desa Delanggu Kecamatan Delanggu Klaten memang sejak dahulu terkenal sebagai penghasil beras Rojolele Delanggu. Beras yang memiliki ciri khas wangi, pulen dan enak ketika dimasak ini memang dihasilkan di desa ini.
Nama Delanggu sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Nama desa di salah satu wilayah Klaten Jawa Tengah ini kerap muncul di kemasan beras kualitas premium tanah air tersebut.
Namun kini banyak masyarakat Delanggu yang memilih menanam varietas padi lainnya. Sebab, Rojolele Delanggu memiliki masa tanam lebih lama, yakni sekitar enam bulan. Akibatnya, Rojolele Delanggu mulai ditinggalkan para petani.
Beras Rojolele di pasaran pun lenyap. Yang ada beras entah dari mana yang dikemas dengan label Rojolele.
Terketuk dengan itu, seorang pemuda bernama Ikhsan Hartanto,35, mencoba mengembalikan kejayaan itu. Bekerjasama dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Ikhsan mengajak sejumlah petani Delanggu mengembangkan varietas baru Rojolele. Akhirnya, didapat varietas baru bernama Rojolele Srinuk.
"Setelah riset bersama Batan dan petani Delanggu sejak 2013 lalu, kami menghasilkan varietas Rojolele baru bernama Srinuk. Kalau dulu butuh waktu 6 bulan untuk panen, saat ini hanya sekitar 105 hari saja," kata Ikhsan saat ditemui ketika penanaman pertama Rojolele Srinuk di Desa Delanggu Klaten, Rabu (11/11).
Jenis baru Rojolele itu, lanjut dia, berkualitas sama dengan Rojolele biasanya. Berasnya tetap wangi, pulen dan enak. Selain itu, hasil tanamnya juga semakin banyak.
Ikhsan menerangkan, Rojolele memang sudah terkenal berasal dari Delanggu. Meskipun belum ada data scientifik, tetapi para petani dahulu sudah mengatakan bahwa Delanggu adalah pusatnya Rojolele.
"Makanya kami ingin membawa pulang lagi kejayaan itu. Kami ingin masyarakat kembali menanam beras kualitas premium ini agar semakin sejahtera. Misi kami membawa pulang lagi Rojolele ke Delanggu," pungkasnya.
Prosesi penanaman pertama Rojolele Srinuk dilakukan dengan doa bersama. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang hadir dalam acara penanaman itu, diajak duduk di pematang sawah sambil berdoa. Sebuah tumpeng berada di tengah-tengah kemudian dimakan bersama setelah didoakan.
Para ibu-ibu juga dengan semangat menanam bibit padi itu. Lahan seluas 4 hektare disiapkan untuk uji coba penanaman Rojolele Srinuk.
"Ini ada semangat dari kelompok masyarakat di Klaten. Kalau dulu Delanggu terkenal sebagai penghasil beras Rojolele yang pulen, wangi, enak dan mahal, sekarang lama-lama bergeser. Para petani mulai menanam padi jenis lain yang usia panennya lebih pendek," kata Ganjar.
Ganjar mengapresiasi semangat masyarakat Delanggu yang ingin membawa kembali Rojolele di daerahnya. Dengan adanya teknologi ini, maka usia panen semakin pendek, yakni hanya 3,5 bulan.
"Mudah-mudahan hasilnya baik. Kalau nanti panen, maka Rojolele Delanggu bisa kembali. Ini judulnya Muleh Maneh (kembali lagi)," jelasnya.
Ganjar meminta para petani tetap semangat untuk mengelola varietas baru Rojolele ini. Ia juga berharap, petani mau beralih ke pertanian organik.