Irjen Napoleon Bonaparte Minta Jatah Rp7 Miliar, Penagacara: Perkara Ini Rekayasa, Palsu

Selasa 03-11-2020,06:20 WIB

Penghapusan status itu kemudian digunakan oleh Djoko Tjandra untuk masuk ke wilayah Indonesia dan mengajukan Peninjauan Kembali pada bulan Juni 2020 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"Bahwa perbuatan terdakwa Irjen Pol Napoleon Bonaparte dan Brigjen Pol Prasetijo Utomo tersebut mengakibatkan terhapusnya status DPO atas nama Joko Soegiarto Tjandra pada sistem ECS Imigrasi, bertentangan dengan kewajibannya sebagai polisi yang seharusnya melakukan penangkapan terhadap Joko Soegiarto Tjandra jika masuk ke Indonesia dan seharusnya menjaga informasi Interpol hanya untuk kepentingan Kepolisian dan penegakan hukum serta bertentangan pula dengan kewajibannya untuk tidak menerima pemberian berupa hadiah dan/atau janji-janiji," kata Jaksa Zulkipli.

Atas perbuatannya, Napoleon didakwa melanggar Pasal 5 ayat (2) jo. Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Menanggapi dakwaan yang dibacakan, Napoleon Bonaparte melalui Tim Penasihat Hukumnya, Santrawan T Paparang, bakal mengajukan nota keberatan atau eksepsi.

Hal ini dilakukan lantaran Santrawan menilai tidak ada saksi yang menyatakan ada proses penyerahan uang dari Djoko Tjandra, Tommy Sumardi, hingga ke kliennga. "Perkara ini rekayasa, perkara palsu. Catat itu, akan kami uraikan di dalam ekspesi," kata dia.

Dakwaan Tommy Sumardi

Dalam kesempatan yang sama, JPU juga mendakwa Tommy Sumardi bersama-sama dengan Djoko Tjandra menyuap Napoleon dan Prasetijo masing-masing SGD200 ribu dan USD270 ribu, serta USD150 ribu. Suap itu bertujuan agar Napoleon dan Prasetijo menghapus nama Joko Soegiarto Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi.

"Memberi atau menjanjikan sesuatu berupa uang seluruhnya sejumlah SGD200 ribu dan USD370 ribu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu kepada Napoleon Bonaparte selaku Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri sejumlah SGD200 ribu dan sejumlah USD270 ribu serta kepada Prasetijo Utomo selaku Kepala Biro Kordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri sejumlah USD150 ribu," kata Jaksa Zulkipli.

Atas perbuatannya, Tommy Sumardi didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (riz/gw/zul/fin)

Tags :
Kategori :

Terkait