Halal-haramnya vaksin COVID-19, masih dalam pengujian. Namun, jika kondisi darurat vaksin COVID-19 dapat digunakan meski ada unsur tidak halalnya.
Menurut anggota Divisi Fatwa dan Pengembangan Tuntunan Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Wawan Gunawan Abdul Wachid dalam kondisi darurat, vaksin COVID-19 yang masih diteliti halal-haramnya boleh digunakan.
"Boleh jadi itu dimungkinkan. Buat pihak-pihak tertentu karena alasan kedaruratan silakan saja," katanya di Jakarta, Senin (26/10).
Dijelaskannya, dengan pertimbangan menyelamatkan sekitar 270 juta nyawa manusia, maka cara-cara darurat boleh digunakan termasuk vaksinasi yang mungkin mengandung material tidak halal. Karenanya, jika ketersediaannya bisa disegerakan dengan cara yang darurat maka agamapun membolehkan.
"Keadaan darurat bisa mengalihkan keadaan yang semula tidak boleh menjadi boleh," tegasnya.
Penggunaan vaksin yang mengandung unsur tidak halal tersebut dapat atau bisa digunakan selama vaksin halal belum ada. Namun, apabila telah berhasil ditemukan maka harus segera beralih.
"Ketika sudah ada fasilitas yang halal maka kembali kepada tuntunan perintah Allah dan penjelasan Nabi Muhammad SAW," ujarnya.
Ditambahkannya, jika menggunakan analisis bayani berdasarkan keterangan ayat Alquran dan Hadis maka jawabannya tidak boleh. Namun, bila merujuk pada Maqasid Syariah maka di samping agama, nyawa juga harus dijaga.
Sementara pakar vaksinologi Dirga Sakti Rambe mengatakan beberapa jenis atau merek vaksin dalam proses pembuatannya memang bersinggungan dengan enzim yang bersumber dari babi. Namun, setelahnya calon vaksin mengalami pencucian dan penyaringan hingga miliaran kali.
"Pada produk akhirnya sudah tidak lagi mengandung babi. Bapak dan ibu tidak perlu khawatir semua vaksin yang pada proses pembuatannya bersinggungan dengan enzim babi itu tertulis jelas pada kemasannya," kata Dokter spesialis penyakit dalam tersebut melalui youtube FMB9ID-IKP.
Dikatakannya, membuat vaksin baru dibutuhkan proses dan tahapan yang begitu panjang untuk memastikan betul-betul aman dan efektif.
"Setelah kita menetapkan ingin membuat suatu jenis vaksin maka akan diuji coba dulu pada binatang percobaan. Jika terbukti aman dan efektif maka akan diuji coba pada manusia," ujarnya.
Dijelaskannya, uji coba itu disebut juga tahapan uji klinis. Tahapan ini terdiri atas tiga tahap dan keseluruhannya melibatkan 1.000 relawan manusia dengan tujuan memastikan vaksin aman dan efektif.
Menurutnya, membuat vaksin dibutuhkan waktu lama karena harus memenuhi tahapan-tahapan tersebut. Tapi, pada situasi tertentu seperti saat ini dapat dilakukan upaya-upaya agar pengembangan vaksin menjadi lebih cepat.
"Namun tetap mengutamakan aspek keamanan dan aspek efektifitas," ujarnya.