Pemerintah memperpanjang pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) dana desa dari enam bulan menjadi sembilan bulan. Selain itu, sisa dana desa yang tidak terpakai bisa digunakan kepala desa untuk program padat karya tunai dan pengembangan Badan usaha Milik Desa (BUMDes).
Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.156/PMK.07/2020 yang merevisi PMK Nomor 205/PMK.07/2020 tentang Pengelolaan Dana Desa.
"Dana Desa yang digunakan untuk BLT Desa telah bermanfaat bagi perlindungan sosial masyarakat desa sehingga jangka waktu pembayaran BLT Desa perlu diperpanjang," begitu bunyi beleid yang dikutip Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (25/10).
Mengenai perubahan skema pencairan BLT, besaran BLT Desa ditetapkan berdasarkan dua kategori. Pertama, Rp600.000 untuk bulan pertama sampai dengan bulan ketiga per keluarga penerima manfaat.
Kedua, Rp300.000 untuk bulan keempat sampai dengan bulan kesembilan per keluarga penerima manfaat. "Pembayaran BLT dana desa dilaksanakan selama sembilan bulan paling cepat bulan April 2020 sesuai dengan ketersediaan anggaran dana daesa per bulannya," tambah beleid.
Sebelumnya, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mengatakan, BLT Dana Desa telah tersalurkan 100 persen kepada warga desa yang terkena dampak Covid-19.
"BLT Dana Desa sudah 100 persen (tersalur)," kata Mendes Halim.
Berdasarkan data Kemendes PDTT per 22 Oktober 2020, BLT Dana Desa telah disalurkan kepada 7.997.269 keluarga penerima manfaat (KPM) di 74.184 desa dari total 74.957 desa di seluruh Indonesia.
Gus Menteri mengatakan selisih 773 desa lainnya merupakan desa-desa yang memang tidak termasuk ke dalam daftar desa yang layak menyalurkan BLT Dana Desa disebabkan oleh beberapa faktor.
Antara lain di desa tertentu mungkin semua warganya mampu, tidak ada warga miskinnya, sehingga desa tersebut tidak layak menyalurkan BLT Dana Desa.
Berikutnya, desa lainnya tidak menyalurkan BLT Dana Desa karena warga miskin yang ada di desa tersebut telah diberikan bantuan dari program Jaring Pengaman Sosial lain dari Kementerian Sosial (Kemensos).
Atau bisa juga dikarenakan warga yang mampu di desa tersebut berkomitmen untuk menanggung beban warga lain yang kurang mampu melalui dana yang mereka kumpulkan secara gotong royong.
"Contohnya di Malang. Mereka gotong royong untuk mensubsidi warga yang miskin," tukasnya. (din/zul/fin)