Aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja yang baru disahkan di tengah pandemi Covid-19 masih terus berlanjut.
Ribuan pekerja atau buruh maupun mahasiswa saat ini sedang menggelar aksi penolakan itu karena undang-undang tersebut dianggap akan mengancam hak bagi pekerja.
Salah satunya ialah waktu kerja dan cuti yang disebut dihapus, seperti informasi yang beredar di media sosial.
Namun, Juru Bicara Presiden Joko Widodo Fadjroel Rachman meluruskan informasi yang tidak benar di media sosial soal waktu kerja dan cuti yang dianggap dihapus.
"Kita simak ya poin-poin penting dalam UU Cipta Kerja: waktu kerja dan hak cuti," kata Fadjroel di akun Twitter pribadinya @fadjroel_, Rabu (7/10) dikutip dari RMOL.
Dalam postingan ini, Fadjroel mengunggah sebuah gambar yang berisi poin penting di dalam UU Cipta Kerja yang berkaitan dengan waktu kerja dan hak cuti.
Isinya adalah, waktu kerja tetap mengikuti ketentuan UU 13/2003 meliputi, 7 jam sehari dan 40 jam satu minggu untuk 6 hari kerja dalam satu minggu, 8 jam sehari dan 40 jam satu minggu untuk 5 hari kerja dalam satu minggu.
Selanjutnya, menampung pekerjaan yang sifat dan kondisi tidak dapat sepenuhnya mengikuti ketentuan tersebut, sehingga perlu diatur waktu kerja khusus. Misalnya, sektor ekonomi digital yang waktu kerja sangat fleksibel.
Tetap diatur waktu kerja lembur maksimal 4 jam dalam satu hari. Waktu istirahat dan cuti tetap ada dan diatur. Dengan tidak menghilangkan cuti seperti cuti haid dan cuti melahirkan.
Poin yang disampaikan Fadjroel tersebut ternyata sesuai yang tercantum dalam Pasal 77 UU Cipta Kerja. Sementara pada Pasal 78 Ayat 2 berbunyi, pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 wajib membayar upah kerja lembur.
Sementara pasal yang membahas soal cuti juga tercantum dalam Pasal 79. Pada Ayat 3 berbunyi, cuti diberikan kepada pekerja/buruh yaitu cuti tahunan, paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan secara terus menerus. (rmol.id/ima)