Sekretaris Jenderal Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama Edy Mulyadi rupanya sepakat dengan gugatan Dr Rizal Ramli terkait ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold (PT) 20 persen yang diatur di dalam Pasal 222 UU 7/2017.
Bahkan, dia dengan tegas menyebut jika hal itu merupakan pangkal dari kejahatan demokrasi.
Penilaian tersebut disampaikan dalam sebuah poster yang dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL, Senin (5/10).
"Presidential Threshold (PT) atau ambang batas pencalonan presiden adalah ibu dari kejahatan demokrasi," ujarnya.
Edy menyebut, PT 20 persen menyebabkan ongkos demokrasi menjadi amat mahal dan mempertegas adanya bohir-bohir politik. Karena itu, kemudian pemimpin yang dihasilkan kurang berpihak kepada rakyat.
"Presiden terpilih harus membayar mereka (bohir-bohir politik) dengan kompensasi, berupa konsensi dan peraturan perundang-undangan yang merugikan rakyat," ungkapnya.
Edy berharap PT 20 persen yang tengah diuji materil di Mahkamah Konstitusi, atas gugatan tokoh nasional Dr Rizal Ramli, bisa dikabulkan oleh hakim.
"Hapus PT (20 persen). Nol persenkan PT, agar lahir pemimpin yang amanah, kapabel, dan berintegritas," demikian Edy Mulyadi. (rmol.id/ima)