Ada yang berbeda saat penyerahan tiga tersangka kasus surat jalan palsu Djoko Tjandra ke Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, Senin (28/) kemarin.
Jika Djoko Tjandra dan Anita Kolopaking sama-sama mengenakan rompi tahanan berwarna oranye, maka tidak demikian dengan Brigjen Prasetijo Utomo.
Kendati sama-sama tidak diborgol, Brigjen Prasetijo tidak memakai rompi tahanan. Sebaliknya, jendral Polri bintang satu itu melenggang dengan seragam Polri lengkap.
Terkait perbedaan perlakuan itu, Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono menyebut penyidik memiliki alasan.
Menurutnya, diborgol atau tidak para tersangka merupakan keputusan penyidik.
“Semua penyidik, ya, yang punya kewenangan,” ujar Awi dikutip dari Pojoksatu.
Selain tersangka, Bareskrim Polri juga menyerahkan barang bukti dari tiga tersangka pada Kejari Jaktim.
Di antaranya 1 paspor Joko Soegiarto Tjandra, 14 hp, 2 komputer dan 1 laptop. 2 buku 39 dokumen, 18 BAP BB digital.
Sementara, Anggota Komisi III DPR RI Trimedya Panjaitan mengatakan, pemakaian rompi oranye bagi tersangka sudah menjadi kebijakan mutlak yang harus diterapkan aparat penegak hukum.
Dia menyesalkan jika ada perlakuan berbeda bagi pelaku kejahatan, termasuk di kasus Djoktjan.
“Tidak boleh tebang pilih. Anita dan Djoktjan pakai rompi sedangkan Prasetijo tidak, tentu ini membuat persepsi masyarakat, kepolisian tidak total dalam menegakkan hukum,” ujar Trimedya kepada Rakyat Merdeka.
Polri harus siap menerima konsekuensi setelah menetapkan anggotanya sebagai tersangka.
Tidak perlu ada perlakuan diskriminatif, apalagi nantinya Prasetijo juga bakal ditahan.
“Upaya-upaya hukum oleh para tersangka harus sudah dihitung oleh pimpinan Polri,” tegasnya.
Dia mengingatkan agar kepolisian bersikap tegas kepada siapa pun. Jangan ada istilah perlakuan berbeda karena jeruk makan jeruk.
Baginya, kasus Djoko Tjandra ini bukan hanya sebatas jeruk makan jeruk, tetapi totalitas dalam menegakkan hukum yang dilakukan Polri itu belum maksimal.