Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyatakan tak semua pihak yang berada di sebuah gelanggang pertempuran disebut pejuang. Ia menyebut, terdapat pihak yang mengaku pejuang padahal sejatinya merupakan musuh.
Hal itu disampaikan Kurnia menanggapi pernyataan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyikapi puluhan pegawai KPK, termasuk Kepala Biro Humas Febri Diansyah, yang mengundurkan diri.
Ghufron mengistilahkan KPK sebagai tempat pertempuran, dan pegawai selaku pejuang tak seharusnya meninggalkan gelanggang sebelum meraih kemenangan.
"Pak Ghufron rasanya lupa bahwa tidak semua yang ada di dalam sebuah gelanggang itu adalah pejuang. Ada beberapa orang yang mengaku sebagai pejuang akan tetapi sebenarnya dia lah musuh yang sebenarnya," ujar Kurnia melalui pesan singkat, Minggu (27/8) kemarin.
Kurnia pun mengingatkan Ghufron perihal persoalan dugaan pemulangan paksa penyidik KPK Kompol Rossa Purbo Bekti ke institusi Polri yang dilakukan pimpinan lembaga antirasuah beberapa waktu lalu. Ia menganggap, apa yang dilakukan pimpinan KPK itu justru contoh nyata pengeluaran pejuang dari gelanggang pertempuran.
"Selain itu, saya juga ingin mengingatkan Pak Ghufron pada satu kejadian penting di tahun 2020, yakni dugaan pengembalian ‘paksa’ penyidik KPK Kompol Rossa Purbo Bekti oleh Pimpinan KPK. Bukan kah itu contoh nyata upaya mengeluarkan pejuang dari gelanggang?," kata Kurnia.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango beranggapan, keputusan Febri Diansyah untuk mengundurkan diri perlu dihargai tanpa menyebut pegawai yang bertahan di lembaga antirasuah sebagai pejuang. Ia menilai, tak perlu ada diksi pejuang dan pecundang untuk membedakan pegawai yang bertahan dan mengundurkan diri.
"Dalam kesamaran keremangan ruangan, tak akan tampak jelas bayangan yang beranjak pergi atau tetap bertahan, terlebih membedakan yang mana pejuang dan yang mana pecundang. Jadi mungkin sebaiknya, hargailah yang pergi tanpa harus menyebut yang bertahan sebagai pejuang," tutur Nawawi.(riz/gw/zul/fin)