Pernyataan Ketua DPP PDI Perjuangan, Puan Maharani tentang Sumatera Barat ditengarai sengaja diseret ke arah politik identitas sempit jelang Pilkada Serentak 2020.
Padahal, pernyataan Puan itu tak sedikitpun menyebut apalagi menyinggung suku atau etnis tertentu yang ada di Sumbar. Hal itu disampaikan pakar komunikasi politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing kepada wartawan, Minggu (6/9), seperti yang dikutip dari laman pojoksatu.id.
Karenanya, Emrus meminta semua pihak agar pada kampanye Pilkada Serentak ini agar menghindari politik identitas sempit. “Seperti menyebut pilihlah ‘putra daerah’. Kampanye semacam ini tidak tepat di Indonesia sebagai negara kesatuan,” ungkapnya.
Menurutnya, semua pihak harus fokus pada program pembangunan di semua sektor. “Termasuk penanganan kasus Covid-19 untuk kesejahteraan rakyat,” kara Emrus.
Sebagai negara demokrasi dan negara hukum, sambungnya, pernyataan Puan merupakan ajakan. Yakni untuk membangun demokrasi Indonesia harus yang berkualitas di mana setiap WNI mempunyai hak dan kewajiban yang sama.
“Bukan demokrasi kuantitas atau mayoritas,” tegasnya.
Karena itu, Emrus mendorong polemik terkait pernyataan Puan ini agar diselesaikan dengan mengedepankan musyawarah sebagaimana dicirikan oleh Pancasila. “Bukan digiring ke politik pragmatis oleh politisi seperti yang terjadi sekarang di ruang publik,” ujar dia.
Menurutnya, pernyataan Puan yang berlanjut ke ranah hukum pun seharusnya bisa diselesaikan dengan dialog. “Pernyataan Puan sebaiknya diselesaikan dengan dialog politik kebangsaan oleh para politisi negarawan dan akademisi,” tandasnya.
Pendapat senada sebelumnya juga dilontarkan ahli hukum tata negara Refly Harun. Menurutnya, objek yang bisa dilaporkan dengan pasal pencemaran nama baik adalah benda hidup, yang punya rasa, punya pikiran, dan harus spesifik. (pojoksatu/zul)