Petani sayur Kabupaten Wonosobo menjerit. Selain rugi karena harga mayoritas sayur anjlok. Hasil sayur yang dihasilkan petani kerap tidak terserap atau tidak ada pembeli. Hasilnya banyak dari sayuran dibiarkan busuk di ladang.
Sebagai contoh harga di petani area Buntu Kejajar. Untuk kubis di harga perkilogram Rp200-500, cabai hijau Rp5.000 cabai merah Rp7.000. Padahal untuk cabai rawit hijau di kondisi normal perkilogram Rp9.000-Rp10.000.
Seledri yang harga biasanya Rp7.000 harga saat ini hanya Rp2.000. Jipang sebesar Rp200-500 sementara harga wajarnya Rp1.000-1.500. Menurut petani harga tersebut tidak cukup sekedar untuk memanen kemudian membawa hasil tani ke rumah.
“Selain harga murah, barangnya nggak ada yang mau beli,” ucap Syarif (40) Petani asal Desa Buntu Kejajar.
Pelambatan daya beli masyarakat, diduga disebabkan pandemi covid 19 yang tak kunjung berlalu. Kondisi ini membuat kondisi petani mendapat tantangan lebih, tidak hanya soal harga hasil pertanian yang anjlok. Melainkan penurunan daya beli masyarakat sehingga banyak yang memilih hasil pertanian membusuk di ladang.
“Biaya panen atau petik hingga packing, lebih mahal daripada harga panen, akhirnya dibiarkan membusuk. Namun ada juga yang disedekahkan. Siapa yang ingin tinggal ambil, gratis,” ucapnya.
Kondisi tersebut jelas menjadi pukulan berat petani, sebab biaya atau ongkos produksi pertanian sudah tinggi. Bahkan banyak petani meminjam ke bank atau lembaga keunangan lainnya untuk modal bertani.
“Meski panen bagus, tapi karena harga anjlok, jelas itu memicu kebangkrutan petani,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Satuan Tugas Penanggulangan Deflasi Sektor Pertanian Wonosobo, Eko Puji Santoso, membenarkan kondisi tersebut. Ia berpendapat lambatnya serapan hasil pertanian membuat pemerintah, BUMD tergerak untuk melakukan aksi nyata. Pihaknya mengaku sudah membentuk tim
“Kita sudah membentuk satgas penanggulangan deflasi sektor pertanian ini. Tim ini akan melakukan survei ke lapangan,” ucapnya.
Ia melanjutkan, nantinya satgas tersebut akan membeli hasil pertanian secara acak di wilayah se Kabupaten Wonosobo. Hasil pertanian tersebut kemudian dijual ke ASN dan karyawan BUMD.
"Pemerintah dan BUMD tengah berupaya untuk mengatasi masalah ini. Bahkan tidak hanya satgas. Semua pihak harus mulai menyerap hasil pertanian. Hasil tani menjadi sektor utama perekonomian masyakat,” pungkasnya. (gus/zul)