Oleh: Defi Muslimah
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menjadi salah satu bentuk kejahatan yang familiar terjadi dalam suatu keluarga. Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga Pasal 1 butir 1 menjelaskan bahwa KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Faktor utama penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga sering kali dikarenakan factor ekonomi, yang dapat mengakibatkan timbulnya perkelahian antara suami istri, yang kerap membuat isteri menjadi korban.
Isteri yang menjadi korban selalu merasa takut dan malu untuk mengadukan atas apa yang ia alami kepada pihak berwajib, dan hanya dapat menanggung serta menerima segala macam bentuk perlakuan yang dilakukan oleh suaminya.
Anak menjadi pertimbangan terbesar bagi istri untuk tidak melaporkan perlakuan suaminya. Tidak adanya pelaporan atau pengaduan dari korban atas kekerasaan dalam rumah tangga yang ia alami tentunya sulit bagi korban untuk medapat perlindungan dari lembaga perlindungan korban kekerasan dalam rumah tangga, karena tidak tahu menau akan adanya kekerasan yang dialami oleh korban.
Perlindungan sementara oleh kepolisian hanya berlaku pada saat 1x24 jam terhitung sejak diketahui dan diterimanya laporan kekerasan dalam rumah tangga yang dilaporkan. Kendala atau kesulitan yang kerap kali terjadi untuk melakukan perlindungan terhadap korban adalah tidak semua kepolisian mempunyai rumah aman atau suatu tempat singgah sementara untuk penempatan korban, melainkan yang ada hanya sebuah Ruang Pelayanan Khusus (RPK) (http//:www.Kompasiana, 2015).
Menurut Sanusi dan Asmarudin (2019) Kabupaten Tegal dalam upaya mengatasi masalah kekerasan dalam rumah tangga melalui P2TP2A melakukan berbagai upaya yang meliputi upaya pencegahan dengan melakukan kegiatan sosialisasi yang bertujuan memberikan pelayanan bagi perempuan dan anak yang menjadi korban tindak kekerasan serta berupaya memberikan kontribusi terhadap pemberdayaan dan perlindungan perempuan dan anak dalam rangka terwujudnya kesetaraan gender, sosialiasi mengenai bentuk-bentuk Kekerasan dalam rumah tangga, hukuman bagi pelaku kekerasan dalam rumah tangga dan lain sebagainya.
Upaya penanganan dilakukan dengan memberikan pelayanan medis, pelayanan psikologis, pelayanan hukum atau hanya sebatas konseling sesuai kebutuhan korban untuk mempermudah masyarakat menjangkau P2TP2A dibentuk pos-pos pelayanan di setiap kecamatan yang pengurusnya pengurus PKK Desa.
Upaya pemulihan diarahkan pada pulihnya kondisi korban seperti semula baik fisik maupun psikis, dengan melalui pemberdayaan dan rehabilitasi social, pemberdayaan dilakukan melalui pelatihan-pelatihan.
Tiga upaya tersebut merupakan upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Tegal, namun terkait dengan upaya penanganan korban kekerasan dalam rumah tangga di Kabupaten tegal yang telah dijelaskan diatas tersebut, tentunya hanya sekedar pelayanan untuk membantu korban dalam hal mengobati dan pelayanan hukum saja.
Sedangkan korban yang mengalami kekerasan membutuhkan suatu tempat yang aman untuk berlindung dan menenangkan diri atas kekerasan yang telah dialaminya.
Kehadiran rumah aman dalam daerah kabupaten Tegal tentunya akan dapat membantu para korban akibat kekerasan dalam rumah tangga sehingga tidak perlu lagi takut untuk melaporkan kekerasan yang ia alami karena pemerintah kabupten Tegal telah menyediakan tempat singgah bagi para korban untuk melindungi dirinya dan menerima pelayanan yang ia butuhkan akibat dari kekerasan dalam rumah tangga tersebut. (**)
*) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal