"Saat ini fokus kami adalah mengembalikan kesehatan mental maupun fisik korban. Saat ini kami menggandeng KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) untuk membantu memulihkan fisik dan mental korban, dikarenakan saat ini korban masih mengalami guncangan yang berat," kata Arsya.
Ditambahkan Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pol Audie S Latuheru menegaskan perilaku Wawan dan korban F bukanlah atas dasar suka sama suka.
Sebab, korbannya masih di bawah umur dan dilindungi oleh undang-undang yang berlaku di Indonesia.
"Perlu saya jelaskan, di dalam Undang-undang Perlindungan Anak tidak ada suka sama suka. Anak-anak tetap dilindungi dia belum cukup stabil untuk menyatakan suka kepada seseorang," ujar Audie.
Audie mengatakan saat ini pemeriksaan kasus persetubuhan anak tersebut masih berlangsung.
Sementara itu, upaya pemulihan korban anak tengah diupayakan dengan pihak terkait perlindungan anak di antaranya psikolog dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A).
"Langkah-langkah ke depannya akan kita umumkan lagi setelah berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait. Yang pasti kita akan pikirkan masa depan dari korban," kata Audie.
Wawan Gunawan dikenakan Pasal 81 UURI no 17 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman minimal 5 tahun maksimal 15 tahun.
Sementara pada kesempatan yang sama Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Putu Elvina mengharapkan Wawan, pelaku persetubuhan terhadap anak, dijerat pasal berlapis agar jera.
"Karena tidak hanya bicara tentang pasal 81 terkait persetubuhan anak di bawah umur. Tapi juga membawa lari anak di bawah umur juga bisa dikenakan pasal berlapis, belum lagi kalau ada indikasi eksploitasi baik ekonomi maupun seksual," katanya.
Dikatakannya juga KPAI akan menempatkan F ke rumah aman. Dia menilai F merupakan korban salah asuh, di mana korban tidak merasa nyaman berada di dekat keluarganya karena kerap mengalami kekerasan.
"Maka ketika anak tidak nyaman dan mendapatkan figur lain yang memberikan perhatian, ini yang membuat kasus ini sedemikian rupa sehingga terjadilah kasus persetubuhan tersebut," ujarnya.
Elvina beralasan penempatan F di rumah aman, karena belum diketahui apakah F merasa kondusif bila berada di dalam rumah bersama orangtuanya.
"Kalau tidak cukup aman, maka rekomendasi dari KPAI adalah tetap berada di rumah aman hingga waktu rehabilitasi selesai dan upayakan pendidikan, karena anak ini putus sekolah dan tentu kita harus mengupayakan agar nanti kehidupannya lebih baik," ujar Elvina.
Selanjutnya, KPAI akan berupaya bersama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta agar F dapat sekolah selama menjalani masa rehabilitasi.
"Penting juga bagi pemerintah DKI agar anak ini melanjutkan hidupnya karena anak ini masih 13 tahun dan tidak punya kecakapan apa-apa. Dan pendidikan juga harus ada penjangkauan dengan orang tua, arena ini nanti bicara soal pengasuhan anak dan anak yang telah dilahirkannya," ujarnya. (gw/zul/fin)