Pandemi membuat ibu hamil (bumil) tak disarankan untuk lakukan konsultasi langsung. Bumil mesti manfaatkan jejaring sosial berbasis digital.
Kondisi bumil dan janin mesti dijaga. Akan tetapi, pandemi membuat ruang gerak terbatas. Di lain sisi, berbagai ancaman atau risiko selama mengandung mengintai bumil dan janin, di antaranya potensi preeklamsia.
Spesialis Obygn RS Ibnu Sina, Dr dr Nasrudin Andi Mappaware SpOG (K) mengatakan, tak bisa langsung konsultasi bukan berarti bumil abai dalam memantau kondisi kesehatan serta janin.
"Kita sebenarnya beri imbauan untuk tidak kontrol kalau tak ada masalah. Selama pandemi kita sarankan kontrol langsung bisa delapan atau minimal lima kali selama kehamilan," ujarnya, Senin, 17 Agustus.
Meski begitu, bumil tetap bisa memantau dan melakukan konsultasi. Seperti lakukan komunikasi dengan dokter kandungan via video call atau bergabung dengan grup komunitas ibu hamil. "Selain membaca refrensi yang tersebar di dunia maya, konsultasi juga bisa dilakukan via aplikasi," terang Nasrudin.
Khusus preeklamsia, bumil diminta untuk waspada karena tidak dapat diprediksi. Terutama yang punya riwayat saat mengandung atau melahirkan anak sebelumnya.
Preeklamsia merupakan kondisi di mana ibu hamil alami tekanan darah yakni hipertensi. Bumil wajib ke rumah sakit jika telah muncul gejala seperti kepala tegang, pusing, pandangan berkunang-kunang, atau tidak jelas, serta ada perasaan nyeri pada ulu hati.
"Jika sampai pada kondisi itu, maka wajib bagi bumil untuk mendapat penanganan langsung dari rumah sakit. Ini sudah emergency dan wajib kontrol langsung," tegasnya.
Sebagai langkah pencegahan, dianjurkan bumil konsumsi suplemen yang bisa menurunkan risiko tersebut. Tentu dengan arahan dokter. Preeklamsia juga rentan membuat bumil alami abortus atau keguguran.
Ini lantaran, saat tekanan darah naik bisa hambat pertumbuhan janin dan bisa meninggal dalam rahim. Nasrudin juga menjelaskan, preeklamsia juga bisa buat bumil alami eklampsia.
Senada, Spesialis Obgyn RSUP Wahidin Sudirohusodo (RSWS) ada beberapa kebijakan terkait bumil di masa pandemi. Pertama, bumil yang terkonfirmasi Covid-19, maka kunjungan antenatal adalah 14 hari setelah periode penyakit akut berakhir dan pemeriksaan USG pada 14 hari setelah sembuhnya penyakit akut.
Kedua, skrining faktor risiko (Program Pencegahan Penularan HIV, Sifilis, Hepatitis B, skrining Tuberculosis) tetap dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan dengan perjanjian. Hal ini untuk mengurangi jumlah kunjungan bumil ke fasilitas kesehatan sehingga social distancing dan physical distancing dapat tetap terjaga.
Agar kehamilan tetap terpantau, maka bumil diminta untuk mempelajari buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) yang diberikan oleh Puskesmas pada kunjungan pertama, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, serta mengenali tanda bahaya kehamilan. Jika mengalami tanda bahaya tersebut maka ibu hamil segera ke fasilitas pelayanan kesehatan atau dapat juga sebelumnya melakukan tele-konsultasi klinis.
"Jika ada penyulit atau komplikasi kehamilan, maka ibu hamil dirujuk untuk pemeriksaan dan tata laksana lebih lanjut di fasilitas kesehatan dengan melibatkan tim kesehatan penanganan Covid-19," katanya.
Pada ibu hamil dengan status Pasien Dalam Pengawasan atau terkonfirmasi Covid-19, maka pemeriksaan USG ditunda dengan ibu memberikan perhatian lebih kepada kehamilannya terutama tentang gerakan janin, ada tidaknya pelepasan dari jalan lahir baik berupa air ketuban ataupun darah, serta tanda-tanda bahaya kehamilan lainnya.