Untuk kapasitas asrama dengan jumlah peserta didik lebih dari 100 orang, pada masa transisi bulan pertama 25 persen, dan bulan kedua 50 persen, kemudian memasuki masa kebiasaan baru pada bulan ketiga 75 persen, dan bulan keempat 100 persen.
"Evaluasi akan selalu dilakukan untuk mengutamakan kesehatan dan keselamatan. Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan Provinsi atau Kabupaten/Kota, bersama Kepala Satuan Pendidikan akan terus berkoordinasi dengan gugus tugas percepatan penanganan COVID-19 untuk memantau tingkat risiko COVID-19 di daerah," terangnya.
"Apabila terindikasi dalam kondisi tidak aman, terdapat kasus terkonfirmasi positif COVID-19, atau tingkat risiko daerah berubah menjadi oranye atau merah, satuan pendidikan wajib ditutup kembali," imbuhnya.
Nadiem menjelaskan, keputusan ini diambil untuk mengurangi dampak negatif PJJ yang berkepanjangan. Pembukaan sekolah ini pun diharapkan dapat kembali meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia. Menurutnya, efek daripada melakukan PJJ berkepanjangan itu bisa sangat negatif dan permanen.
"Ada sejumlah dampak PJJ berkepanjangan. Pertama, putus sekolah yang akhirnya terpaksa bekerja karena sekolah PJJ tidak optimal dengan kondisi internet. Kemudian, persepsi orang tua juga berubah mengenai peran sekolah dalam proses pembelajaran yang tidak optimal," tuturnya.
Nadiem menyebutkan, beberapa kendala yang timbul dalam pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) diantaranya kesulitan guru dalam mengelola PJJ dan masih terfokus dalam penuntasan kurikulum. Sementara itu, tidak semua orang tua mampu mendampingi anak-anak belajar di rumah dengan optimal karena harus bekerja ataupun kemampuan sebagai pendamping belajar anak.
"Para peserta didik juga mengalami kesulitan berkonsentrasi belajar dari rumah serta meningkatnya rasa jenuh yang berpotensi menimbulkan gangguan pada kesehatan jiwa," katanya.
Nadiem juga menekankan, bahwa sekali pun daerah sudah dalam zona hijau atau kuning, pemda sudah memberikan izin, dan sekolah sudah kembali memulai pembelajaran tatap muka, orang tua atau wali tetap dapat memutuskan untuk anaknya tetap melanjutkan belajar dari rumah.
Penentuan zonasi daerah sendiri tetap mengacu pada pemetaan risiko daerah yang dilakukan oleh satuan tugas penanganan COVID-19 nasional, yang dapat diakses pada laman https://covid19.go.id/peta-risiko.
"Berdasarkan pemetaan tersebut, zonasi daerah dilakukan pada tingkat kabupaten/kota. Dikecualikan untuk pulau-pulau kecil, zonasinya menggunakan pemetaan risiko daerah yang dilakukan oleh satgas penanganan COVID-19 setempat," ujarnya.
Senada, Menteri Agama, Fachrul Razi menyatakan memperbolehkan madrasah di zona hijau dan kuning untuk melakukan pembelajaran tatap muka. Namun, harus menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
"Saya akan dukung apa yang sudah disampaikan (Mendikbud) tadi. Sama-sama kita dukung ini, sama-sama kita upayakan untuk mensukseskan dengan sebaik mungkin," ujar Fachrul.
"Madrasah boleh memilih (pembelajaran tatap muka), dengan pertimbangan masing-masing. Namun tentu dengan memperhatikan protokol kesehatan, agar semuanya tetap aman," sambungnya.
Untuk itu Menag mengajak masyarakat khususnya orang tua siswa untuk ikut memantau pergerakan siswa bilamana madrasah mulai melakukan pembelajaran tatap muka. "Ingatkan anaknya agar langsung pulang ke rumah," ujarnya.
Ketua Satuan Tugas ( Satgas) Nasional Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan, bagi sekolah yang nantinya akan membuka kegiatan belajar tatap muka secara langsung akan dibimbing oleh dinas pendidikan setempat. Sebab, pembukaan sekolah juga harus diikuti penerapan protokol kesehatan, mulai dari penggunaan masker, jaga jarak maupun penyediaan tempat cuci tangan.
"Setiap sekolah yang memulai kegiatan diawali dengan prakondisi juga dilakukan simulasi simulasi termasuk kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi resiko, termasuk sosialiasi penggunaan masker jaga jarak, tersedianya hand sanitizer, cuci tangan dan seluruh pendukung lainnya untuk bisa mengurangi resiko," katanya.