Kuotanya sempat diperebutkan ternyata masih ada kekosongan kursi siswa yang diterima PPDB Online 2020 di Jawa Tengah. Kekosongan terjadi karena adanya peserta didik yang lebih memilih sekolah swasta meskipun diterima di sekolah negeri melalui PPDB Online.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah akan segera melakukan penghitungan terkait jumlah keseluruhan kekosongan itu.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan, hasil penghitungan akan digunakan sebagai acuan membuat kebijakan baru. Dalam hal ini, pihaknya juga akan mengafirmasi masukan dari berbagai pihak terkait hasil PPDB seperti adanya anak yang tidak diterima di sekolah negeri padahal rumahnya dekat dengan sekolah.
"Ini masih dihitung oleh teman-teman di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Ternyata ada yang memilih sekolah swasta, jadi dia (peserta didik) diterima di sekolah negeri tetapi juga mendaftar di sekolah swasta. Nah, yang kosong ini sedang dihitung secara keseluruhan untuk nanti kita buatkan kebijakan khusus," katanya usai mengunjungi Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Selasa (14/7).
Ganjar menjelaskan, proses evaluasi setelah pelaksanaan PPDB online juga masih berlangsung di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah. Faktanya memang ada kekurangan dan kelebihan dari sistem tersebut. Ia mengatakan bahwa pemerintah dalam hal ini akan berupaya maksimal untuk hadir dan mencoba memberikan akses kepada anak-anak untuk sekolah.
"(Anak) yang tidak bisa tertampung coba kita carikan solusi. Pemprov Jateng tidak pernah berhenti," jelasnya.
Hasil identifikasi memang ada persebaran sekolah tidak merata maka ada sekolah jarak jauh. Pola SMA negeri yang menggunakan sistem zonasi dan SMK negeri dengan sistem prestasi juga menghadirkan subjektivitas tinggi dari calon siswa.
Menurut Ganjar, ada calon siswa yang ingin dengan prestasi untuk mendaftar SMA negeri dan ada yang ingin dengan zonasi untuk mendaftar SMK negeri padahal keduanya berbeda.
"Akhirnya yang terjadi adalah ada satu sekolah, khususnya di SMK, (anak) di area sekolah kalah prestasinya dengan anak-anak dari luar (zonasi). Selanjutnya mereka tidak bisa mendapatkan sekolah, mungkin karena tidak mampu atau bisa ke swasta. Kalau memang ke swasta juga tidak apa-apa karena swasta kan juga harus diisi, tidak semua bisa di sekolah negeri, baik SMA maupun SMK," ungkap Ganjar.
Salah satu solusinya adalah pemerintah mencoba mengisi kekosongan kelas itu dengan memberikan afirmasi.
Terkait hal ini, Ganjar menyampaikan harus ada regulasi yang adil. Regulasi itu yang sedang disiapkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah.
Bentuk itu antara lain sekolah jarak jauh dan afirmasi untuk siswa yang paling dekat dengan sekolah karena di sekolah itu kursinya masih kosong. Bahkan Pemprov Jateng juga sudah melapor ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Itu terkait apakah bisa menambahkan rombongan belajar.
"Inilah yang selalu ada ikhtiar untuk menyelesaikan. Bahkan pada skenario terburuk kita mencoba koordinasi dengan sekolah swasta sehingga teman-teman justru punya semangat pribadi dari seluruh ASN di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan," kata Ganjar.
Selain itu, Pemprov Jateng juga mulai menyiapkan anggaran untuk tahun depan agar dengan sistem zonasi tersebut persebaran bisa merata. Termasuk merancang ulang dengan membuat sekolah baru. Untuk sekolah baru akan dikoordinasikan dengan kabupaten/kota karena pada kenyataannya ada SD-SD yang sudah kosong.
"Sekarang kan piramida demografinya sudah berbeda, jadi anak-anak yang SD ini sudah mulai ke SMP maka kebutuhan SD-nya berkurang. Gedung-gedung ini sebenarnya bisa dikonversi menjadi gedung SMA atau SMK. Kalau kita bisa kerja samakan itu insya Allah persebarannya gampang," katanya.