Laporkan 33 Importir Bawang Putih, Mentan Dianggap Cari Muka supaya Tak Direshuffle

Kamis 02-07-2020,05:40 WIB

Kementerian Pertanian (Kementan) telah melaporkan sebanyak 33 perusahaan importir bawang putih tanpa Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) ke Satgas Pangan. Temuan Kementan, ada sebanyak 48,7 ribu ton bawang putih yang masuk Indonesia tanpa izin.

"Ada 33 perusahaan yang memasukkan bawang putih impor tanpa RIPH dengan jumlah 48.792 ton," kata Direktur Jenderal Hortikultura Kementan, Prihasto Setyanto dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR, Selasa (30/6) malam.

Prihasto menjelaskan bahwa impor tersebut masuk saat pemerintah melakukan relaksasi impor bawang putih dan bawang bombai pada 18 Maret-31 Mei 2020. Biasanya, impor bawang putih dan bawang bombai memerlukan RIPH dari Kementan dan Persetujuan Impor (PI) dari Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2010 Pasal 122, perusahaan yang mengimpor tanpa RIPH akan mendapatkan sanksi, mulai dari peringatan tertulis, denda administratif, penghentian sementara kegiatan, penarikan produk dari peredaran, pencabutan izin, hingga penutupan usaha.

"Data 33 importir tidak memiliki RIPH itu kami dapatkan dari Badan Karantina. Lalu, kami laporkan kepada Satgas Pangan," ujar Prihasto.

Senada dikatakan Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan) Ali Jamil, bahwa produk impor yang masuk memang harus melalui Badan Karantina Pertanian, baru setelah itu menuju pabean.

Ali mengatakan 33 perusahaan importir tersebut sudah diperiksa. Namun, Ali berdalih Barantan tidak bisa menghentikan importasi tersebut karena bukan wewenangnya.

"Barantan hanya menyerahkan data temuan kepada Ditjen Hortikultura. Sesuai dengan undang-undang, kami memeriksa dokumen kesehatan dari barang atau media pembawa yang masuk, Impor yang masuk di luar itu, tentu kami catat," kata Ali.

Sementara itu, peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syafuan Rozi Soebhan mengatakan kebijakan impor bawang putih seharusnya disertai dengan data yang memadai agar tidak selalu menimbulkan polemik. Syafuan mengatakan komunikasi yang baik antar kementerian lembaga terkait maupun dengan asosiasi petani juga harus dilakukan sebelum adanya keputusan untuk melakukan impor.

"Untuk waktu yang akan datang, data tentang kebutuhan pangan bawang putih mesti dilakukan dengan baik, sehingga tidak terjadi defisit komoditas tersebut secara berulang," ujarnya.

Syafuan juga menyoroti tindakan Kementerian Pertanian yang melaporkan 33 pelaku usaha impor bawang putih ke Satgas Pangan. Dia mengatakan, pelaku usaha impor biasanya menggunakan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 27 Tahun 2020 untuk mengimpor tanpa melalui Surat Persetujuan Impor (SPI) dan Laporan Surveyor (LS).

Relaksasi itu merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden untuk menjaga ketersediaan serta stabilisasi harga barang dan bahan pangan pokok, termasuk bawang putih dan bawang bombay.

"Namun, pelaksanaan impor ini tetap harus dilaksanakan sesuai kuota dalam RIPH dan tidak boleh melebihi batas kuota impor yang sudah ditetapkan," katanya.

Pelaporan itu juga menjadi polemik karena Badan Karantina dianggap lalai dan mengizinkan impor, meski sesuai kewenangan, otoritas itu hanya mengecek surat keterangan sehat bukan mengurusi kuota RIPH. Menurut Syafuan, masalah relaksasi kebijakan itu timbul karena tidak adanya sinkronisasi antar pihak yang seharusnya bisa dibicarakan sejak awal.

Meski demikian, tambah dia, langkah Direktorat Jenderal Hortikultura untuk melaporkan 33 pelaku usaha impor itu merupakan wewenang dan otoritas lembaga yang dijamin oleh UU Ketahanan Pangan.

Tags :
Kategori :

Terkait