Pemerintah gencar melaksanakan test cepat atau rapid test untuk menekan angka penyebaran dan penularan covid-19. Sayangnya, uji virus corona itu diduga kini menjadi ladang bisnis baru, karena mahal.
Upaya pemerintah pun langsung menuai kritikan banyak pihak, karena besarnya biaya rapid test yang harus dikeluarkan masyarakat. Apalagi, mereka harus membayar dari kantong pribadi untuk berbagai keperluan atas nama protokol kesehatan.
"Saya kecam keras rapid test dijadikan ladang bisnis," ujar sosiolog Musni Umar melalui akun twitter pribadinya, Rabu (24/6) kemarin.
Rekor Universitas Ibnu Chaldun itu menjelaskan, bahwa banyak mahasiswanya yang terpaksa tidak bisa kembali ke Jakarta karena harus bayar rapid test. "Rakyat sudah susah, hidupnya diperas lagi dengan bayar rapid test. Seharusnya gratis," tegasnya.
Untuk diketahui dana penanganan Covid-19 di Indonesia disebutkan mencapai Rp700 triliun. Namun fakta memperlihatkan bahwa dana rapid test tidak semua tertanggung oleh anggaran pemerintah tersebut.
Hal itu lantaran, anggaran yang diberikan oleh pemerintah hanya kepada rumah sakit yang ditunjuk pemerintah untuk menjalankan rapid test. (rmol/zul)