RUU Cipta Kerja harus memprioritaskan UMKM. Selama ini, UMKM dinilai menjadi tulang punggung utama perekonomian rakyat Indonesia. Perundang-undangan yang nanti dihasilkan, harus tegas dan menunjukkan keberpihakan mendukung pelaku usaha mikro dan kecil di Indonesia.
"Keberpihakan tersebut harus secara tegas dinyatakan dalam RUU Ciptaker yang nantinya akan menjadi regulasi utama dalam investasi dan kebijakan penciptaan lapangan kerja," ujar Anggota Badan Legislasi DPR Amin Ak di Jakarta, Sabtu (13/6).
Politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menilai keberpihakan terhadap UMKM dalam RUU Ciptaker masih lemah dan ambigu. Karena terindikasi dari pasal RUU Ciptaker yang menyebutkan bahwa pembiayaan UMKM baik oleh pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, maupun kalangan swasta hanya bersifat fakultatif atau sukarela.
Dia menginginkan rumusan norma pada Pasal 21 tersebut diubah menjadi bersifat imperatif atau mandatori. Tujuannya agar alokasi dana untuk pembiayaan UMKM menjadi sebuah kewajiban yang mengikat.
"Selanjutnya, pada Pasal 97 RUU Ciptaker disebutkan, pemerintah pusat memfasilitasi kemitraan usaha menengah dan besar dengan usaha mikro dan kecil dalam rantai pasok. Poin ini tidak cukup untuk memaksa pengusaha besar menjadikan UMKM sebagai mitra dalam rantai pasok mereka," paparnya.
Karena itu, Fraksi PKS mengusulkan penambahan dua ayat baru dalam Pasal 97. Pertama, pemerintah pusat memfasilitasi UMKM dengan pendampingan usaha dalam bentuk pelatihan, pembinaan, konsultasi, pemasaran, dan advokasi.
Yang kedua, pemerintah pusat dan pemerintah daerah melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap jalannya kemitraan antara UMK dan usaha besar. "Untuk melakukan pembinaan dan pendaftaran sekitar 64,2 juta UMKM, perlu melibatkan pemerintah daerah agar lebih mudah dan cepat dilakukan," ucapnya.
Sebelumnya, Kementerian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (UKM) akan mempercepat transformasi digital bisnis UMKM dari offline ke online. Karena sejumlah UMKM mengalami pertumbuhan positif setelah terhubung dengan ekosistem digital di masa normal baru.
Ada sejumlah UMKM yang tumbuh baik. Terutama UMKM yang telah terhubung dengan pasar daring. Dari data Bank Indonesia, pelaku UMKM yang sudah terhubung ke ekosistem digital hingga Mei 2020 tumbuh 18 persen. Namun, jumlahnya baru 13 persen UMKM yang terhubung dengan ekosistem digital. Sedangkan 87 persen lainnya berada di ranah offline.
Sementara itu, pengamat ekonomi Universitas Airlangga, Wasiaturrahma menilai RUU Cipta Kerja dapat mendorong kinerja pertumbuhan ekonomi. Terutama usai berakhirnya pandemi COVID-19. Regulasi tersebut berpotensi menarik investasi dari luar dan menumbuhkan semangat pelaku usaha dalam negeri.
"RUU Cipta Kerja sangat mendukung sekali kemudahan memulai usaha, perizinan yang lebih mudah, dan menyelesaikan aturan tumpang tindih," jelas Wasiaturrahma.
Menurutnya, RUU Cipta Kerja seharusnya bisa segera disetujui untuk memberikan kepastian hukum. Permasalahan yang terjadi selama ini di Indonesia adalah tumpang tindih peraturan yang menghambat.
"Kemudahan investasi dan kepastian berbisnis ini paling dicari investor pasca pandemi COVID-19," tukasnya.
Jika permasalahan utama ini bisa diselesaikan dengan satu payung hukum, maka pertumbuhan ekonomi dalam kisaran enam persen dapat tercapai.
"Pertumbuhan ekonomi enam persen sangat mungkin dikejar. Momentumnya saat ini justru sangat baik. Mempermudah investasi dari luar dan juga menarik investor domestik untuk memulai kembali usahanya," jelas dia.