Ditut Jadi Tersangka, PTDI Hormati Proses Hukum

Minggu 14-06-2020,08:00 WIB

Mantan Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (PTDI) periode 2007-2017, Budi Santoso dan mantan Asisten Direktur Utama Bidang Bisnis Pemerintah PTDI, Irzal Rinaldi Zailani dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (12/6).

Lembaga tersebut menghormati proses hukum yang dilakukan. Mereka memastikan tidak akan ikut campur dalam ranah tersebut. "PTDI menghormati dan menyerahkan sepenuhnya proses hukum yang sedang dilakukan oleh KPK dengan tetap mengedepankan asas hukum praduga tak bersalah," tegas Sekretaris Perusahaan PTDI Irlan Budiman, Sabtu (13/6).

PTDI, lanjutnya, percaya KPK akan menjalankan tanggung jawab dan kewenangannya terkait proses penyidikan sesuai aturan hukum yang berlaku. "Selain itu, PTDI juga akan bersikap kooperatif terhadap seluruh proses penyidikan yang sedang berjalan guna penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi di Indonesia," paparnya.

Sebelumnya, KPK pada Jumat (12/6), resmi mengumumkan dua tersangka tindak pidana korupsi kegiatan penjualan dan pemasaran di PT Dirgantara Indonesia (PTDI) periode 2007-2017. Mereka adalah mantan Direktur Utama PTDI Budi Santoso (BS) dan mantan Asisten Direktur Bidang Bisnis Pemerintah PTDI Irzal Rinaldi Zailani (IRZ).

Pada awal 2008, tersangka BS dan IRZ bersama dengan Budi Wuraskito, selaku Direktur Aircraft Integration, Budiman Saleh selaku Direktur Aerostructure, Arie Wibowo selaku kepala divisi pemasaran dan penjualan melakukan rapat mengenai kebutuhan dana PTDI untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya.

Termasuk, biaya entertainment dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan. Selanjutnya, tersangka Budi mengarahkan agar tetap membuat kontrak kerja sama mitra/keagenan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut.

Namun, sebelum dilaksanakan, tersangka Budi meminta agar melaporkan terlebih dahulu rencana tersebut kepada pemegang saham. Yaitu Kementerian BUMN.

"Setelah beberapa kali dilakukan pertemuan disepakati kelanjutan program kerja sama mitra/keagenan sebagai berikut prosesnya dilakukan dengan cara penunjukan langsung," kata Ketua KPK Firli Bahuri.

Selanjutnya, dalam penyusunan anggaran pada Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PTDI, pembiayaan kerja sama tersebut dititipkan dalam sandi-sandi anggaran pada kegiatan penjualan dan pemasaran.

Tersangka Budi kemudian memerintahkan tersangka Irzal dan Arie Wibowo untuk menyiapkan administrasi dan koordinasi proses kerja sama mitra/keagenan. "Tersangka IRZ menghubungi Didi Laksamana untuk menyiapkan perusahaan yang akan dijadikan mitra/agen," jelasnya.

Pada tahun 2008, dibuatlah kontrak kemitraan/agen antara PTDI yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration, Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.

"Atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama. KPK menyimpulkan telah terjadi pekerjaan fiktif," tegasnya.

Pada tahun 2011, PTDI baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.

"Selama 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut yang nilainya kurang lebih Rp330 miliar. Terdiri atas pembayaran Rp205,3 miliar dan USD 8,65 juta. Jika disetarakan dengan Rp14.500 per USD,nilainya Rp125 miliar," tukasnya. Atas kasus ini, negara telah dirugikan sebesar Rp330 miliar.

Setelah enam perusahaan mitra/agen tersebut menerima pembayaran dari PTDI, terdapat permintaan sejumlah uang. Baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp96 miliar. Selanjutnya, diterima oleh pejabat di PTDI. Di antaranya tersangka BS, tersangka IRZ, Arie Wibowo, dan Budiman Saleh.(rh/zul/fin)

Tags :
Kategori :

Terkait