Tegal Kota Penting Kerajaan Mataram yang 'Dibenci' dan Selalu Diawasi Kompeni
Tegal merupakan kota penting bagi Kerajaan Mataram saat melakukan dua kali penyerbuan terhadap kompeni di Batavia.--
RADAR TEGAL - Jejak sejarah Tegal mulai terkenal sejak zaman Sultan Agung memimpin Kerajaan Mataram 1613-1645. Sultan Agung, raja ketiga Mataram, menyerahkan Tegal kepada pamannya sendiri, Wirosuto yang berpangkat tumenggung.
Pada masa itu, Tegal menjadi daerah yang sangat diperhitungkan. Selain karena posisinya yang strategis, tetapi juga sebagai penyuplai bahan makanan andalan Kerajaan Mataram, saat menyerang Batavia.
Pada zaman kekuasaan Sultan Agung, Pelabuhan Tegal menjadi persinggahan kapal-kapal Mataram, termasuk kapal-kapal milik Belanda. Tetapi Belanda konon belum memiliki markas di Tegal.
Mereka baru mempunyainya setelah masa pemerintahan Amangkurat II berakhir. Sejumlah catatan sejarah menyebutkan Belanda singgah di pesanggrahan raja muda Pangeran Adipati Anom di Tegal.
Saat itu Pendapa Kabupaten berada di bekas Kantor Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Tegal, yang sekarang sudah dibongkar menjadi Pasar Pagi Blok C pada 2015 lalu. Tegal dikenal sebagai daerah yang anti kompeni sejak zaman Kerajaan Mataram, utamanya saat dipimpin Adipati Martoloyo.
BACA JUGA:5 Mitos Paling Terkenal di Kota Tegal: Salah Satunya Pernah Menjadi Tempat Eksekusi
Markas tentara Mataram dan gudang logistk
Sebelum menjadi Adipati Tegal, Martoloyo adalah senopati perang yang memimpin penyerangan dan penaklukan di wilayah Jawa Timur. Bersama Pangeran Purbaya, Martoloyo berhasil menaklukan Wirasaba, Lasem, Tuban, Pasuruan, dan daerah-daerah lain yang menjadi "musuh" Mataram.
Kemudian usai berhasil meredam pemberontakan di Pati dan sekitarnya, Sultan Agung melanjutkan rencana lamanya merebut tempat kedudukan Belanda. Perhatiannya ke Banten terhalangi keinginan Susuhunan agar Kompeni berlutut di bawah kekuasaan Mataram.
Puncaknya terjadi saat dua kapal pesiar Belanda di Jepara dikejar dan dirompak. Sehingga Sidang Dewan Hindia Agustus 1626 memutuskan untuk mengirim pesan ke Mataram melalui utusan khusus.
Menurut De Graaf dalam bukunya Puncak Kekuasaan Mataram, Kepala Perdagangan Sebald Wonderaer dikirim pemerintah Belanda sebagai pimpinan utusan pada 23 Agustus 1626. Tetapi Tumenggung Tegal menolak.
Karena gelar Sri Baginda yang ditulis pada surat yang dibawa Sebald Wonderaer kurang tinggi. Sejak penolakan itulah hubungan Kerajaan Mataram dengan Batavia mulai merenggang. Bahkan kemudian hubungan keduanya semakin memanas.
BACA JUGA:Sejarah Masuknya Orang Cina di Kota Tegal, Ternyata Sejak Abad ke-18
Vitalnya Tegal saat penyerangan Mataram ke Batavia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: