MEMPRIHATINKAN! 11 Bahasa Daerah di Indonesia Punah Hanya Karena Gengsi

MEMPRIHATINKAN! 11 Bahasa Daerah di Indonesia Punah Hanya Karena Gengsi

Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih menyerahkan buku bahasa daerah kepada salah satu guru, saat Workhshop Diseminasi Penguatan Program Revitalisasi Bahasa Daerah di Hotel Grand Dian Slawi.-Yeri Noveli-

SLAWI, RADARTEGAL.DISWAY.ID - Sedikitnya 11 bahasa daerah di Indonesia sudah mulai punah. Disinyalir karena banyak kaum milenial yang gengsi atau minder berbicara bahasa daerah.

Hal itu terungkap saat Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah bersama Komisi X DPR RI mengadakan Workhshop Diseminasi Penguatan Program Revitalisasi Bahasa Daerah di Hotel Grand Dian Slawi, Minggu 14 Mei 2023.

Selain dihadiri Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih dan Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah, Dr Syarifudiin, hadir pula sejumlah budayawan, seniman Tegal dan para guru bahasa.

Menurut Fikri Faqih, revitalisasi bahasa daerah mendesak untuk dilakukan mengingat hingga kini ada 11 bahasa daerah dari 718 bahasa daerah di Indonesia sudah punah. 

BACA JUGA:Nelayan Pantura Tegal Siap Dukung Program Pemerintah

"Memang sudah mulai punah, mungkin karena penuturnya sudah tidak ada, atau karena minder (gengsi). Terutama kaum milenial yang jarang tahu bahasa daerah," kata Fikri Fakih Politisi PKS ini.

Dirinya tak menampik, untuk bahasa Jawa masih relatif aman. Namun untuk bahasa Jawa sebagai subkultur mataraman, keraton, jawa subkutur bagian barat yang dekat dengan jawa sunda, seperti dialek ngapak Banyumasan Tegalan mulai kurang populer di kalangan milenial.

''Contoh anak saya yang lahir di Tegal karena domisili di Semarang tidak bisa lagi bahasa Tegal,'' ujarnya. 

Karena itu, lanjut Fikri Faqih, revitalisasi bahasa Tegal bisa dilakukan dengan berbagai cara yaitu melibatkan semua komponen, mulai dari praktisi, budayawan, seniman dan media agar penggunaan bahasa daerah populer di kalangan milenial.   

BACA JUGA:BCA Mobile Error Trending Twitter: War Tiket Coldplay Begimane?

Dia mencontohkan, seperti membuat terjemahan Al Quran yang telah dilakukan dengan menggunakan bahasa Banyumasan dan bahasa Sunda.

Sementara untuk Tegal sendiri sedang dirancang. Untuk menerjemahkan itu, akan melibatkan berbagai pihak.

"Termasuk akademisi, karena memang menggunakan bahasa daerah untuk terjemahan Alquran tidak bisa sembarangan,'' sambungnya.

Terobosan lain, menurut Fikri Faqih, melalui seni dengan fokus pada gerakan Trigatra Bahasa, yakni utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah dan Kuasai Bahasa Asing. 

Sumber: