Ganjar dan Tujuh Tingkatan Perjalanan ke Makam Sunan Drajat

Ganjar dan Tujuh Tingkatan Perjalanan ke Makam Sunan Drajat

Ganjar dan Tujuh Tingkatan Perjalanan ke Makam Sunan Drajat.--

LAMONGAN, RADARTEGAL.COM - Menehana teken marang wong kang wuto, menehana mangan marang wong kang luwe, menehana busana marang wong kang wudo, menehana ngiyup marang wong kang kudhanan. 

Empat ungkapan Sunan Drajat itu jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia kurang lebih bermakna berilah tongkat pada orang buta. Berilah makan pada orang yang lapar, berilah pakaian pada orang telanjang, berilah tempat berteduh pada orang yang kehujanan. 

Siapapun yang berziarah ke sana, bisa membaca karena termaktub di dinding cungkup makamnya di kawasan Drajat, Lamongan Jawa Timur. 

Kalimat-kalimat itu merupakan bagian terakhir dari tujuh ajaran anggota Walisongo yang memiliki nama Muhammad Qosim ini. Tujuh ajaran berbahasa Jawa itu kini termaktub pada bagian atas gapura yang jadi pertanda perbedaan ketinggian di komplek pemakaman Sunan Drajat di Lamongan.

BACA JUGA:Ziarah ke Makam Sunan Giri, Ganjar Langsung Teringat Gus Mus

Dan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, yang berziarah ke sana Sabtu 18 Maret 2023, harus menghentikan langkahnya setiap melintasi gapura-gapura itu. Dia membaca sesaat lalu berbincang dengan beberapa pengurus makam. 

"Tujuh ajaran itu saya kira akan tetap relevan di segala zaman. Apalagi ajarannya sangat sarat makna," kata Ganjar.

Sunan Drajat memang dikenal sebagai anggota Walisongo yang memiliki kepekaan sosial sangat tinggi. Sehingga metode dakwah yang digunakan menggunakan kalimat yang mudah dipahami masyarakat. 

"Dan tujuh ajaran itu sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan," kata Ganjar. 

BACA JUGA:Ganjar: Sunan Gresik Tauladan Utama Hubungan Ulama dan Umara

Jika dirunut, tujuh ajaran Sunan Drajat itu adalah Memangun resep tyasing Sasoma (selalu membuat senang hati orang lain). 

Jroning suka kudu éling lan waspada (di dalam suasana riang kita harus tetap ingat dan waspada). Laksmitaning subrata tan nyipta marang pringgabayaning lampah (dalam perjalanan untuk mencapai cita-cita luhur kita tidak peduli dengan segala bentuk rintangan). 

Mèpèr Hardaning Pancadriya (kita harus selalu menekan gelora nafsu-nafsu). Heneng-Hening-Henung (dalam keadaan diam kita akan memperoleh keheningan dan dalam keadaan hening itulah kita akan mencapai cita-cita luhur). 

Dan yang terakhir, Mulya guna Panca Waktu (suatu kebahagiaan lahir batin hanya bisa kita capai dengan salat lima waktu).

Sumber: