Durian Low

Durian Low

INI dia, orang yang kekayaannya, hanya dalam dua tahun terakhir, naik sekitar Rp30 triliun. Uang beneran. Resmi. Bayar pajak semestinya. Bukan hasil sembunyi-sembunyi.

Dan ia orang Indonesia. Hatinya baik, kerja keras, dermawan, memperhatikan lingkungan dan penampilannya sederhana.

Krisis selalu menghasilkan orang kaya baru meski juga membuat banyak orang menderita.

Krisis energi dunia, dua tahun terakhir, berkah besar baginya: Datuk Low Tuck Kwong. Ia pemilik Bayan Resource Group. Salah satu usaha tambang batu bara terbesar di Indonesia meski baru separo ukuran Adaronya Boy Thohir dan KPC-nya Aburizal Bakrie.

Bayan Resource sudah lama masuk Bursa Efek Indonesia: 2008. Ia perusahaan publik. Angka-angka kinerjanya bisa dibaca oleh umum. Termasuk keuangannya. Kode pasar modalnya: BYAN.

Belakangan ini harga saham BYAN melejit cepat seperti roket. Menjadi 54.000/lembar, saat saya menulis artikel ini.

Bandingkan dengan dua tahun lalu yang masih Rp14.000/lembar. Pun lima bulan lalu. Saat memasuki tahun baru. Harga saham BYAN masih Rp27.000/lembar. Berarti dalam lima bulan terakhir naik dua kali lipat.

Maka bila Anda membeli saham BYAN lima bulan lalu, hasilnya lebih besar dari usaha apa pun di Indonesia. Termasuk dibanding dengan bila Anda menempatkan uang di pinjol sekalipun. Yang tidak masuk akal itu. Yang membuat ribuan orang kehilangan investasinya itu.

Beda keduanya memang hanya dikit, beda satu huruf. Di BYAN uang Anda berlipat. Di pinjol uang Anda terlipat.

Saya tidak ahli saham. Juga tidak punya saham di mana pun di perusahaan publik. Tidak pula pernah tertarik pada pinjol. Saya orang kuno. Investasi selalu di dunia nyata.

"Bodoh sekali," ujar teman saya yang cepat kaya. Saya memang sudah tua. Sudah ketinggalan zaman.

Mungkin juga karena saya pernah punya pengalaman pahit: habis uang di pasar modal. Duluuuuu. Sudah lama sekali. Saya sudah lupa tahunnya. Di bidang investasi ternyata saya tergolong orang yang sulit move on.

Bayan Group kini memiliki 12 tambang. Di Kutai Kartanegara saja. Belum di Kutai Timur. Belum juga yang di Kalsel.

Itu tidak sepenuhnya seperti durian runtuh. Sebagian berkat kesabaran Datuk Low sendiri. Yang tetap bertahan di bisnis itu di saat harga batu bara sangat rendah. Selama lebih 10 tahun.

Sumber: