Tagar #PercumaLaporPolisi Menggema, Psikolog Forensik Beberkan Data Ini

Tagar #PercumaLaporPolisi Menggema, Psikolog Forensik Beberkan Data Ini

Tagar #PercumaLaporPolisi viral di media sosial pascaheboh kasus dugaan pemerkosaan kakak beradik di Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sulsel).

Psikolog Forensik Reza Indragiri menyoroti kemunculan tagar tersebut. Menurutnya, tagar ini bentuk protes netizen kepada polisi.

Tagar #PercumaLaporPolisi itu bentuk protes netizen kepada polisi yang menyetop penyelidikan kasus ayah perkosa 3 anak kandung tersebut.

Kepolisian beralasan tidak menemukan barang bukti yang kuat.

Reza lantas membeberkan data perihal laporan polisi pada kasus di Amerika Serikat.

Di negara itu, seluruh aksi kejahatan secara umum hanya 50 persen yang dilaporkan ke polisi.

Adapun dari 50 persen tersebut, kasus yang berlanjut sampai penahanan tersangka hanya 11 persen.

Dari angka 11 persen itu, yang berlanjut ke persidangan cuma 2 persen.

“Spesifik pada kasus kejahatan seksual, yang dilaporkan adalah 25-40 persen. Laporan kelirunya cuma dua sampai sepuluh persen,” kata Reza Indragiri, Sabtu (9/10).

Menurut peraih gelar MCrim (Forpsych-master psikologi forensik) dari Universitas of Melbourne Australia itu, angka-angka tersebut menunjukkan kejahatan seksual mengandung kompleksitas tinggi.

“Termasuk kemungkinan gagal diinvestigasi hingga tuntas, apalagi berlanjut sampai ke pengadilan,” ujar Reza.

Di antara penyebabnya, kata lulusan Fakultas Psikologi UGM Yogyakarta itu, jarak waktu yang jauh antara peristiwa dan pelaporan ke polisi.

Rentang waktu yang panjang itu membuat pelaku kekerasan seksual kabur, bukti lenyap, saksi lupa, dan korban trauma berkepanjangan.

Walaupun demikian, Reza menilai ajakan untuk tidak melapor ke polisi itu tidak sepatutnya diteruskan lantaran kasus pemerkosaan kakak beradik tersebut bisa dibuka kembali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: