Dideadline 1x24 Jam, ICW Belum Terima Somasi Resmi dari Moeldoko

Dideadline 1x24 Jam, ICW Belum Terima Somasi Resmi dari Moeldoko

Indonesia Corruption Watch (ICW) mengaku belum menerima somasi secara resmi dari Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal TNI (Purn) Moeldoko atas tudingan keterlibatan mantan Panglima TNI tersebut dalam distribusi obat Covid-19 Ivermectin dan impor beras.

Meski begitu, ICW menegaskan, pengawasan terhadap pemberantasan korupsi tidak akan terhenti akibat somasi tersebut.

"Hingga saat ini ICW belum menerima somasi resmi dalam bentuk tertulis dari pihak Moeldoko. Jadi, kami tidak mengetahui poin-poin apa saja yang menjadi keberatan. Akan tetapi, kami juga menegaskan bahwa kerja-kerja pemberantasan korupsi, terutama dalam hal pengawasan, tidak akan berhenti karena adanya isu ini," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Jumat (30/7).

Ia mengatakan, ICW mengapresiasi dukungan dari berbagai pihak atas somasi serta langkah hukum yang rencananya bakal dilakukan Moeldoko.

Dia turut memastikan penelitian yang dilakukan ICW merupakan bagian dari fungsi pengawasan masyarakat terhadap jalannya pemerintahaan serta para pejabat publik.

"Selain itu, ini pun bukan kali pertama, sejak ICW berdiri, mandat organisasi memang sepenuhnya didedikasikan untuk memastikan penyelenggaraan pemerintahan terbebas dari praktik korupsi, kolusi, maupun nepotisme," tukasnya.

Diberitakan, polemik antara Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal TNI (purn) Moeldoko dan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Primayogha, kian memanas. LSM antikorupsi itu diberi waktu 1x 24 jam untuk membuktikan tuduhan soal Moeldoko dalam bisnis Ivermectin dan bisnis beras.

“Saya selaku kuasa hukum mewakili Pak Moeldoko memberikan kesempatan 1 x 24 jam kepada ICW. Dalam hal ini saudara Egi Primayogha untuk membuktikan tuduhannya,” tegas advokat Otto Hasibuan, di Jakarta, Kamis (29/7).

Menurutnya, kesempatan itu diberikan kepada peneliti ICW agar ada keadilan. Moeldoko, lanjutnya, telah berpesan kepada tim kuasa hukum untuk menyelesaikan persoalan dengan baik, transparan, tanpa membuat gaduh. Upaya hukum adalah opsi terakhir.

“Kesempatan ini supaya fair. Agar tidak dianggap Pak Moeldoko melampaui kekuasaan dan seakan-akan antikritik. Saya memberi kesempatan kepada ICW dalam waktu 1 x 24 jam untuk membuktikan tuduhan bahwa klien kami telah berburu rente dalam bisnis Ivermectin dan terlibat dalam bisnis beras,” paparnya.

Apabila Primayogha tidak dapat membuktikan, Otto meminta ICW mencabut atau mengklarifikasi pernyataan tersebut. Selain itu, IWC juga harus meminta maaf secara terbuka melalui media cetak dan elektronik. Tujuannya membersihkan nama baik Moeldoko yang sudah terlanjur tercemar akibat munculnya tuduhan itu.

“Jadi kami beri kesempatan untuk buktikan dulu. Kalau tidak bisa membuktikan, kami meminta mencabut secara terbuka melalui media massa. Kalau saudara Egi tidak bisa membuktikan, tidak mencabut ucapan dan tidak meminta maaf, dengan sangat menyesal tentu kami akan melaporkan kepada pihak berwajib,” terang Otto.

Ia menegaskan kliennya tidak memiliki kaitan dan tidak memiliki hubungan hukum apapun. Termasuk dengan PT Harsen Laboratories selaku produsen Ivermectin.

“Moeldoko yang juga ketua umum Dewan Pimpinan Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) tidak melakukan kerja sama bisnis beras bersama PT Noorpay Nusantara Perkasa, di mana putrinya menjadi salah satu pemegang saham. Saya tegaskan itu tidak benar,” terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: