Minum Minuman Beralkohol Terancam Pidana dan denda Hingga 50 Juta
Pro dan kontra tentang Rancangan Undang Undang (RUU) larangan minuman beralkohol terus mengalir. Usulan yang digelontorkan oleh 18 anggota DPR dari Fraksi PPP, PKS, dan Gerindra ini sedang diharmonisasi di Baleg DPR.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sangat mendukung pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol. Dengan UU larangan minuman beralkohol, berarti negara melindungi rakyatnya. Sebab minuman keras itu berbahaya bagi yang mengkonsumsinya.
"Minuman keras itu tidak baik, baik menurut agama maupun menurut ilmu terutama ilmu kesehatan,” ujar Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas, Jumat (13/11) kemarin.
Dia mendesak agar pemerintah dan DPR ikut memperhatikan peredaran miras di tengah masyarakat dengan mengeluarkan peraturan yang tidak kontraproduktif.
"Pemerintah dan DPR jangan membuat peraturan yang akan membuat rakyatnya akan jatuh sakit dan atau akan terkena penyakit serta melanggar ajaran agamanya, apalagi kalau kita ingat bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa," katanya.
"Miras itu kesimpulannya, dampak buruknya lebih besar dari manfaatnya, baik ditinjau dari segi agama maupun dari segi ilmu terutama ilmu kesehatan," tambahnya.
Senada diungkapkan Ketua PP Muhammadiyah Bidang Majelis Hukum dan HAM, Busyro Muqoddas. Menurutnya RUU larangan minuman beralkohol sangat sesuai dengan landasan Pancasila.
"RUU alkohol itu muatan moralnya kan tinggi dan itu sesuai dengan landasan Pancasila," katanya.
Dari sisi lainnya, miras apapun bentuk dan mereknya akan berkorelasi dengan munculnya kejahatan-kejahatan sosial. Dan kejahatan itu bertentangan dengan kemanusiaan, dengan hak-hak masyarakat untuk hidup tenang.
"Sehingga dengan demikian kalau ada RUU larangan minunman beralkohol, adalah sebagai wujud dari aktualisasi implementasi Pancasila yang merespons perlindungan sosial kemasyarakatan yang wajib dilakukan oleh pemerintah," katanya.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan pimpinan DPR harus mendalami usulan RUU Larangan Minuman Beralkohol sesuai dengan kapasitas masing-masing. Meski aturan soal produksi minuman beralkohol sudah ada, namun pengusul mungkin ingin memperkuat aturan tersebut agar dapat melindungi masyarakat.
"Sebenarnya kalau kemudian aturan terutama di daerah-daerah yang produksi (minuman beralkohol) itu kan sudah ada. Nah, tapi ini yang menyangkut misalnya minuman impor, dan lain-lain, mungkin dirasa oleh pengusul belum kuat untuk melindungi masyarakat. Tapi nanti kita sama-sama lihat, karena hal seperti ini memang harus dikaji lebih dalam," ujarnya.
Dasco meminta agar tidak terlalu berlebihan menanggapi dinamika yang berkembang di masyarakat. Sebab semua masukan maupun penolakan dari masyarakat tentu akan menjadi perhatian Badan Legislasi DPR.
"Kita lihat nanti sejauh mana. Apakah ini nanti bisa dimasukkan lagi ke prolegnas ke depan atau tidak," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: