Inflasi Agustus Diprediksi 0,15 Persen

Inflasi Agustus Diprediksi 0,15 Persen

Ekonom Bank UOB Enrico Tanuwidjaja memperkirakan inflasi berada di kisaran 0,15 persen secara bulanan (month to month/mtm). Sementara secara tahunan (year on year/yoy) 1,65 persen.

Dijelaskan, tekanan inflasi disebabkan berlanjutnya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi dan meningkatnya aktivitas ekonomi masyarkat, namun masih di bawah kapasitas normal.

Menurut dia, inflasi di bawah batas 2 persen pada rentang target 2 persen hingga 4 persen menunjukkan permintaan masyarakat masih minim. "Inflasi masih rendah, karena belum pulihnya permintaan masyarakat pada kondisi sebelum pandemi Covid-19," ujarnya, Jumat (28/8).

Melansir data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Juli 2020, Indonesia mengalami deflasi minus 0,1 persen (mtm). Ini membuat inflasi tahun kalender (ytd) menjadi 0,98 persen dan inflasi tahunan (ytd) 1,54 persen.

Bercermin data BPS pada Juli 2020, Kepala Ekonom BCA David Sumual berharap tidak terjadi lagi deflasi pada bulan Agustus. Jika terjadi, maka akan membuat konsumen semakin pesimistis.

"Artinya, aktivitas ekonomi dan daya beli belum ada perubahan, ya masih lemah. Harapan kita tidak terjadi lagi di bulan Agusgus," ucapnya.

Soal aktivitas ekonomi, menurut dia, pada Juni hingga Juli aktivitas ekonomi memang meningkat, akan tetapi menjelang akhir Juli dan memasuki awal Agustus, pergerakan ekonomi mulai kembali menurun.

Nah, agar tidak terjadi deflasi, David menyarankan, pemerintah untuk mempercepat belanja, sekaligus penanganan Covid-19 dilakukan secara serius.

Ini karena, angka penularan Covid-19 di Indonesia terus mengalami kenaikan. Data dari Satuan Tugas Penanganan Covid-19 jumlah kasus Covid-19 hingga Jumat (28/8) terus bertambah. Ada 3.003 kasus baru Covid-19, dengan demikian totalnya mencapai 165.887 kasus Covid-19 di Tanah Air.

"Kondisi tersebut mengurangi nafsu belanja masyarakat, karena untuk saving dan berjaga-jaga. Yang terparah adalah industri, seperti sektor pariwisata," katanya.

Ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah menjelaskan, baik deflasi maupun inflasi yang terlalu rendah tidak akan menguntungkan ekonomi, sebab tidak memberikan insentif kepada industri untuk beroperasi.

"Antara inflasi yang sangat rendah dan deflasi sama saja tidak menguntungkan secara ekonomi. Yang dibutuhkan adalah inflasi yang rendah dan stabil, di tengah permintaan atau konsumsi yang bertumbuh," pungkasnya. (din/zul/fin)

Sumber: