DPR Melunak, Sodorkan Usulan Buruh

DPR Melunak, Sodorkan Usulan Buruh

DPR bertemu dengan perwakilan Konfederasi Serikat Pekerja. Dalam pertemuan tersebut, disepakati sejumlah poin yang bakal disodorkan ke Tim Perumus Klaster Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja.

Poin-poin yang dibahas tidak terlepas dari putusan Mahkamah Konstitusi, seperti Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Upah, Pesangon, Hubungan Kerja, PHK. Selanjutnya tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial, Jaminan Sosial, dan material muatan lain yang terkait dengan putusan MK.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Willy Aditya mengatakan pertemuan tersebut juga menyoal sanksi pidana ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja dikembalikan sesuai ketentuan UU ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003, dengan proses yang dipertimbangkan secara seksama.

”Poinnya tentu berkenaan dengan hubungan ketenagakerjaan yang lebih adaptif terhadap perkembangan industri maka pengaturannya dapat dimasukkan di dalam RUU Cipta Kerja dan terbuka terhadap masukan publik,” terang Willy, dalam konfrensi pers secara virtual, Jumat (21/8).

Ke depan, fraksi-fraksi akan memasukkan poin-poin materi substansi yang disampaikan serikat pekerja/serikat buruh ke dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM) Fraksi. ”Ada dua hal yang digarisbawahi. Pertama DPR menerima berkas Notulensi Pembahasan RUU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan hasil pembahasan Tim Teknis Tripartit. Dan kedua, fraksi-fraksi di DPR bersedia membuka ruang untuk menerima masukan RUU Ciptaker,” papar Willy.

Sejak awal DPR RI membuka diri seluas-luasnya untuk berdialog dan menerima masukan dari seluruh elemen buruh tanpa membeda-bedakan dari aliansi manapun selama itu memberi masukan terkait RUU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan. Tak hanya itu, pembahasan RUU Ciptaker.

”Tidak ada yang kami tutup-tutupi dari pembahasan RUU Cipta Kerja ini, setiap rapat Panitia Kerja, selalu terbuka untuk umum. Bisa ditonton di media TV Parlemen dan seluruh kanal-kanal media sosial DPR,” tutur politisi dapil Jawa Timur XI itu.

Terpisah, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Mulyanto menilai ketentuan dalam Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (RUU Ciptaker) sangat berbahaya bagi dunia pendidikan di Indonesia. Pasalnya banyak aturan penting dalam penyelenggaraan pendidikan akan dihapus dan diubah dengan ketentuan baru RUU ini.

”Sayangnya, ketentuan baru dalam RUU Cipta Kerja ini cenderung menjadikan pendidikan sebagai komoditas bisnis dan menanggalkan aspek kebudayaan dalam pendidikan,” ujar Mulyanto dalam siaran persnya.

RUU yang mengamandemen hampir 100 Undang-Undang, namun menghasilkan 500 peraturan baru ini, memuat 3 ketentuan penting yang akan mengubah wajah dunia pendidikan, yakni dicabutnya sifat nirlaba pada kelembagaan pendidikan, dihapusnya pembatasan bagi lembaga pendidikan asing, dan hilangnya pilar kebudayaan dalam pendidikan tinggi.

Soal badan hukum pendidikan dan penyelenggaraan Perguruan Tinggi, yang semula berprinsip nirlaba dan wajib memperoleh izin Menteri, sebagaimana diatur dalam Pasal 53 ayat (3) dan ayat (4) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Pasal 60 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Dikti), diubah melalui pasal 68 ayat (4) dan Pasal 69 ayat (6) RUU Ciptaker, menjadi dapat berprinsip nirlaba dan wajib memenuhi Perizinan Berusaha.

Sementara terkait penyelenggaraan pendidikan asing. Pasal 68 ayat (6) dan Pasal 69 ayat (8) RUU Cipta Kerja telah menghapus beberapa ketentuan yang ada pada Pasal 65 ayat (3) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas dan Pasal 90 ayat (4) serta ayat (5) UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Dikti, yang semula wajib bekerja sama dengan lembaga pendidikan nasional, mengutamakan dosen, pengelola dan tenaga kependidikan WNI, serta wajib mendukung kepentingan nasional, menjadi tanpa adanya kewajiban-kewajiban tersebut.

Sedangkan terkait kebudayaan, Pasal 69 ayat (1) RUU Ciptaker menghilangkan frasa berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia dalam ketentuan umum poin (2) UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Dikti yang berbunyi: “Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program doktor, dan program profesi, serta program spesialis, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia”

Menjadi “Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program doktor, dan program profesi, serta program spesialis, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi”.

Sumber: