Waspada Kampanye Hitam saat Kampanye Pilkada Serentak

Waspada Kampanye Hitam saat Kampanye Pilkada Serentak

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengidentifikasi empat modus kampanye hitam (black campaign) saat Pilkada. Lembaga pengawas ini memprediksi hal ini juga bakal marak pada gelaran Pilkada Serentak yang bakal dihelat 9 Desember 2020 mendatang.

Anggota Bawaslu RI, Ratna Dewi Pettalolo menyampaikan, hal yang pertama adalah Pidato Politik yang cenderung mengarah kepada politik identitas yang bermuara kepada politisasi SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan).

Bahkan, hal tersebut terjadi saat pilkada di DKI dan Pemilu 2019 Jakarta. “Saya rasa kita memiliki pengalaman di DKI, kemudian ada pengalaman saat Pemilu 2019," kata Dewi di Jakarta, Sabtu (15/8).

Modus kedua, ceramah- ceramah provokatif di tempat ibadah atau acara keagamaan. Butuh pendekatan secara struktural kepada tokoh-tokoh agama yang akan memengaruhi Pilkada 2020.

Sejak Pemilu 2019, Bawaslu telah membentuk kelompok lintas agama untuk membuat buku Pilkada Tanpa Politik Uang dan Politisasi SARA. Buku itu berisi sosialisasi yang digunakan oleh tokoh-tokoh agama ketika melakukan ceramah di rumah ibadah.

“Bawaslu sudah memulainya tahun 2019 dengan melibatkan tokoh lintas agama baik itu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha, bahkan aliran kepercayaan," sebutnya.

Modus ketiga, lanjutnya, terdapat spanduk yang mengandung pesan verbal berkonten SARA dan keempat penyebaran ujaran kebencian oleh akun-akun anonim di media sosial.

Dia memprediksi Pilkada 2020, terlebih dengan situasi COVID-19, kampanye mengunakan medsos lebih ramai dan lebih banyak digunakan. Hal ini berpotensi semakin tingginya ujaran kebencian.

“Ini pekerjaan yang tidak mudah bagi Bawaslu. Bagaimana bisa menindaklanjuti pertemuan atau laporan ujaran kebencian yang dilakukan di akun-akun yang tidak resmi di medsos," terangnya.

Dewi menyebutkan, politisasi SARA dan praktik politik uang masih jadi ancaman terbesar pada pelaksanaan pilkada 2020. Padahal, kontestasi dengan memanfaatkan agama serta simbol-simbolnya akan mencederai proses pemilihan di Indonesia.

“Proses penindakan tindak pidana terhadap praktik politisasi SARA dan ujaran kebencian menjadi cara paling baik dan efektif memberikan sanksi sekaligus sebagai pencegahan praktik tersebut," tegasnya.

Ketua KPU RI, Arief Budiman menyebut berita bohong dan kampanye hitam berpotensi meningkat pada Pilkada Serentak 2020. Hal ini karena adanya peningkatan akses media elektronik oleh masyarakat.

"Pada pilkada 2020 saya membayangkan penggunaan media sosial, penggunaan media elektronik, penggunaan lembaga penyiaran itu akan sangat meningkat," ujar Arief.

Dia menyebut peningkatan juga dipengaruhi aturan pembatasan peserta kampanye dengan tatap muka. Karena itu, calon peserta pilkada akan memanfaatkan secara maskimal penggunaan media elektronik.

Sumber: