Pegawai Beralih Status Jadi ASN, Independensi KPK Mulai Dipertanyakan

Pegawai Beralih Status Jadi ASN, Independensi KPK Mulai Dipertanyakan

Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang alih status kepegawaian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) dinilai melemahkan lembaga antirasuah. Reglemen tersebut disebut akan berdampak buruk bagi independensi pegawai KPK.

Penyidik senior KPK Novel Baswedan mengatakan, Presiden Jokowi telah berkontribusi secara langsung atas pelemahan KPK. Ia memandang, penandatanganan aturan tersebut justru ironi.

"Jadi pelemahan KPK selama ini adalah jelas merupakan pilihan strategi presiden dalam memberantas korupsi," ujar Novel ketika dihubungi, Minggu (9/8).

Novel beranggapan, dengan berlakunya aturan tersebut, negara seakan justru memberantas upaya pemberantasan korupsi. Alih-alih justru menitikberatkan penanganan rasuah.

"Yang akibatnya justru pemberantasan korupsinya yang diberantas, bukan korupsinya. Ironi," kata Novel.

Lebih lanjut dikatakan Novel, upaya pemberantasan korupsi justru bakal maksimal dilakukan jika lembaga maupun orang yang terlibat di dalamnya bersifat independen. Hal tersebut, kata dia, bahkan dinyatakan melalui Konvensi Antikorupsi PBB dan Jakarta Principles yang telah diratifikasi oleh Indonesia.

"Lembaga antikorupsi yang independen harus memiliki pegawai yang independen dan mendapat perlindungan negara dalam pelaksanaan tugasnya untuk memberantas korupsi," tutupnya.

Mantan Ketua KPK Abraham Samad menuturkan, alih status pegawai KPK menjadi ASN dapat berbuah sejumlah konsekuensi hukum dan politik. Salah satunya, menurut dia, adanya intervensi politik karena KPK telah menjadi lembaga di bawa presiden.

"Bahkan paling kita khwatirkan tidak akan ada lagi kerja-kerja penindakan tipikor. Yang ada cuma pencegahan, kampanye, dan sosialisasi," ucap Samad.

Kemudian, kata Samad, pengubahan status tersebut juga dikhawatirkan dapat mengurangi militansi para pegawai KPK menyangkut kampanye dan agitasi advokasi antikorupsi. Menurut dia, selama ini pegawai KPK dikenal berani menyuarakan isu-isu antikorupsi sekalipun dalam beberapa kasus berseberangan dengan pimpinan.

"Selain itu, menghilangkan kekhususan KPK sebagai lembaga antikorupsi. Penerimaan pegawai KPK dengann model merit system selama ini adalah bentuk dari kekhususan KPK itu. Tapi sebetulnya kekhususan KPK itu sudah mati ketika UU 19/2019 diberlakukan dengan menempatkan KPK di bawah presiden," ucap Samad.

Diketahui, Presiden Jokowi telah menandatangani PP tersebut pada 24 Juli 2020 dan diundangkan pada 27 Juli 2020. Peraturan itu memuat 12 pasal. Penegasan status ASN pegawai KPK dimuat dalam pasal 1.

Sistem penggajian para pegawai KPK pun berubah. Dalam pasal 9, disebutkan pegawai KPK nantinya bak memperoleh gaji dan tunjangan sesuai peraturan perundang-undangan. Gaji dan tunjangan tersebut juga dapat diberikan khusus sesuai ditetapkan dalam peraturan presiden.

Pelaksana Tugas Juru Bicara bidang Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya tengah mempelajari PP tersebut lebih lanjut. Menurutnya, pelaksanaan pengalihan status pegawai nantinya bakal diatur lebih lanjut mohon lalui peraturan komisi yang tengah digodok sesuai Pasal 6 PP 41/2020. (riz/gw/zul/fin)

Sumber: