Ekonomi Anjlok! Rakyat Indonesia Terancam Kelaparan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), komponen makanan dan minuman (mamin), selain restoran tercatat negatif 0,71 persen, dari sebelumnya tumbuh 5,20 persen di kuartal II 2019.
Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad menjelaskan, hal itu menunjukkan masyarakat Indonesia terancam kelaparan karena masyarakat sudah mengurangi pengeluaran untuk mamin.
Anjloknya pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2020 kontraksi 5,32 persen, salah satunya disebabkan negatifnya konsumsi rumah tangga sekitar 5,51 persen.
“Pada kuartal II/2020 ini masyarakat sudah mengurangi konsumsi untuk pengeluaran. Artinya apa, ini ada ancaman bahaya kelaparan, pemenuhan kebutuhan hidup mereka secara basic-nya sudah mulai dikurangi,” ujarnya dalam video daring, kemarin (6/8) dikutip dari Fin.
Kondisi tersebut terjadi, menurut dia, program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk meningkatkan daya beli masyarakat belum banyak membantu. Ini terlihat dari konsumsi rumah tangga yang kontraksi.
Diketahui, pemerintah mengalokasikan dana PEN senilai Rp695,2 triliun. Mayoritas dialokasikan untuk perlindungan sosial sebesar Rp203,91 triliun, namun baru terealisasi Rp85,3 triliun.
Terpisah, Ekonom Senior Faisal Basri mengatakan, merosotnya konsumsi rumah tangga nyaris sama parahnya dengan krisis 1998 ketika pertumbuhan konsumsi rumah tangga minus 6,17 persen.
“Di era Orde Lama, konsumsi rumah tangga hanya dua kali mengalami kontraksi, yaitu 1963 sebesar minus 3,95 persen dan 1966 minus 1,46 persen,” katanya dikutip dalam situs faisalbasri.com.
Mengingat sampai sejauh ini, pandemi Covid-19 belum kunjung mencapai puncak, menurut dia, potensi kontraksi ekonomi bakal berlanjut pada kuartal III/2020. Meskipun, kontraksi tidak akan sedalam kuartal II/2020.
Saran dia, pemerintah seharusnya tidak memaksakan diri agar terhindar dari resesi, yaitu dengan mengutamakan agenda pemulihan ekonomi ketimbang pengendalian wabah Covid-19. Pasalnya jika dipaksakan resesi, berpotensi terjadi lebih panjang sehingga menelan ongkos ekonomi dan sosial yang sangat besar.
“Lebih baik pemerintah realistis. Fokus kendalikan Covid-19 agar perekonomian bisa tumbuh positif kembali pada kuartal terakhir tahun ini sehingga 2021 bisa melaju lebih kencang,” pungkasnya. (din/fin/ima)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: